JAKARTA, KOMPAS.com – Pengembang properti saat ini tidak hanya mengandalkan penjualan produk huniannya, tetapi juga memperhatikan penyewaan area komersial di pusat perbelanjaan yang dikelolanya.
Perhatian itu terutama pada segmen generasi milenial yang sudah memiliki penghasilan, baik sebagai karyawan maupun pengusaha.
Apalagi yang berhubungan dengan gaya hidup, misalnya tempat makan, toko aksesori, sepatu, serta peralatan olahraga.
Baca juga: Pendapatan Bersih Pakuwon Tumbuh 20 Persen
“Generasi milenial itu paling banyak belanja sekarang, terutama yang ada hubungan dengan life style. Misalnya restoran yang suasananya unik,” ujar Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Stefanus Ridwan kepada Kompas.com, Senin (25/6/2018).
Dia mengungkapkan, Pakuwon berusaha menyesuaikan dengan cara melakukan publikasi menggunakan media sosial (medsos), laman internet, dan aplikasi.
Di berbagai media itu, pemeliharaan dan pengisian database-nya sudah terdigitalisasi. Penjualan apartemennya pun diarahkan ke pekerja dan pengusaha muda secara digital dengan kemudahan pembayaran.
Baca juga: Pusat-pusat Belanja Milik Pakuwon Catat Tingkat Hunian 90 Persen
Demikian pula kepada para penyewa unit atau ruang komersial yang menempati mal di bawah pengelolaan Grup Pakuwon.
Menurut dia, jika follower medsos mereka banyak, otomatis itu akan menjadi promosi mal tersebut juga.
Sebagai contoh, imbuhnya, ada artis yang menjual kue. Karena akun Instagram-nya memiliki banyak follower, maka setiap hari pembeli kue itu bisa mengantre sampai 50 meter dan stok kue itu sudah habis pada sore hari.
Begitu pula dengan penjualan kosmetik dan aksesori lain. Dia menambahkan, semakin banyak orang yang mengunjungi dan membeli di toko itu, maka akan berdampak terhadap banyaknya pengunjung di suatu mal.
“Jadi digital itu penting sekali. Sekarang network sudah bagus, semua computerized juga. Kami maintain website tiap hari, update, isinya diganti,” tutur Stefanus.
Dia juga membahas tentang aturan di suatu toko atau mal yang melarang pengunjungnya untuk memotret di area tersebut. Menurut dia, itu aturan yang kurang pas dan sudah ketinggalan zaman.
“Kalau ada aturan yang melarang motret itu ketinggalan zaman (kuno). Yang larang itu bodoh, justru motret itu harus sebanyak-banyaknya sebagai ajang promosi,” tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.