KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia saat ini tengah giat mendongkrak infrastruktur di Tanah Air. Sektor itu dipandang bisa menjadi stimulus kemajuan ekonomi negara terbesar ke-4 di dunia ini.
Mengacu studi Dana Moneter Internasional (2014), kenaikan investasi infrastruktur publik diyakini mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka menengah.
Satu persen kenaikan investasi infrastruktur di negara berkembang akan meningkatkan output sebesar 0,1 persen pada tahun tersebut dan 0,25 persen empat tahun kemudian.
Berkaca dari faktor itulah, alokasi anggaran infrastruktur pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami tren peningkatan.
Pada 2018, anggaran infrastruktur mencapai Rp 410 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada APBN-P 2017 sebesar Rp 401,1 triliun atau Rp 269,1 triliun pada 2014 silam.
Di sisi lain, geliat pembangunan infrastruktur turut menimbulkan tantangan. Utamanya, terkait peningkatan kualitas kerja sesuai prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Implementasi K3 itu krusial agar kecelakaan kerja dapat ditekan serendah mungkin.
Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tren angka kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat.
Sebanyak 123.000 kasus kecelakaan kerja terjadi di Indonesia sepanjang 2017 lalu. Angka tersebut meningkat 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain kesadaran budaya K3 masih relatif rendah, tingginya kecelakaan kerja bisa pula disebabkan sejumlah faktor. Sebut misalnya, keterbatasan anggaran K3 dalam suatu proyek hingga peraturan yang belum sepenuhnya ditegakkan.
Dalam catatan Kompas.com, kecelakaan kerja utamanya terjadi pada pembangunan proyek dengan struktur layang. Baik jalan tol maupun infrastruktur transportasi, seperti mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT).
Misalnya saja, boks girder LRT di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, roboh pada Senin (22/1/2018) dini hari.
Ada pula kasus ambruknya cetakan kepala tiang Tol Becakayu di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Selasa (20/2/2018). Sejumlah pekerja pun terluka akibat peristiwa naas itu.
Cegah berulang
Berulangnya kecelakaan kerja pada proyek layang itu membuat pemerintah sempat melaksanakan penghentian semua konstruksi berstruktur melayang di Tanah Air.
Itu dilakukan untuk meninjau aspek penerapan K3 pada setiap proyek dan mencegah kecelakaan kerja berulang.
Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Rabu (21/3/2018), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono turut menyampaikan pandangannya terkait maraknya kecelakaan kerja di Tanah Air.
Menurut Basuki, secara umum ada dua penyebab utama maraknya kasus kecelakaan kerja.
“Yang pertama adalah permasalahan sumber daya manusia (SDM) dan yang kedua permasalahan peralatan,” kata Basuki.
Soal SDM, Basuki menuturkan, setiap kontraktor telah memiliki prosedur operasi standar (SOP) yang ditetapkan pada saat melaksanakan pekerjaan. Namun, karena kelalaian dan ketidakpatuhan terhadap SOP, akhirnya insiden pun tak dapat terelakkan.
Sementara itu, dalam hal peralatan, imbuh dia, faktor keamanan atau safety factor yang diterapkan saat pekerjaan masih rendah sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja.
Basuki berharap, untuk menghindari kasus kecelakaan kerja terulang di masa depan, kesadaran atas keselamatan kerja tak lagi dianggap remeh.
Nah, peningkatan keselamatan kerja dalam konstruksi layang sejatinya bisa dimulai dengan menggunakan peralatan kerja yang sesuai.
Tak kalah penting, alat tersebut juga telah memenuhi standar American National Standards Institute (ANSI).
Sebagai informasi, kegunaan alat di atas merupakan satu dari sejumlah produk lain 3M yang mungkin tanpa disadari terkoneksi dengan kehidupan kita.
Kisah-kisah tersebut terangkum dalam #DiscoverScience yang selengkapnya bisa diakses melalui tautan berikut ini.