Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Jawa Barat, Antara Budaya Jaipong, Sampah, dan Kotornya Citarum

Kompas.com - 28/01/2018, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Kembali kita diingatkan oleh viralnya video sampah yang mengalir menuju Citarum, sebuah budaya buang sampah ke "belakang" rumah kita. Masyarakat Jawa Barat yang tinggal di pinggiran megapolitan Bandung pun tak berdaya menghadapi aliran sampah menjijikkan yang terus memberikan gambaran siapa kita manusia sebenarnya.

Isu semakin memanas karena saat ini memasuki masa Pilkada 2018,  semua calon pejabat mengembangkan sayap bak burung merak. Mencoba menarik perhatian para pemilihnya, namun terlihat sangat kurang bermutu dalam memilih topik perjuangannya. Budaya sampah  menyampah dan mengurus sampah kelihatannya bukan pilihan burung merak.

Sama dengan sampah, tarian dan "folk dances" adalah bagian budaya, yang merekat dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Maka, ketika ada pemerintah yang tidak peduli sampah, tapi melarang-larang tarian tradisional, alangkah absurdnya. Kita masih ingat ketika masyarakat dikagetkan dengan nuansa larangan tari Jaipong di Jawa Barat, dengan dalih kurangi 3G,  "geol, gitek dan goyang".

Zebrq cross bergambar suling dI Jalan Braga, Bandung. KOMPAS. com/DENDI RAMDHANI Zebrq cross bergambar suling dI Jalan Braga, Bandung.
Potret di atas adalah gambar Jawa Barat, provinsi dengan pemilih terbanyak. Hampir semua statistiknya terbanyak. Terbanyak jumlah penduduknya, terbanyak jumlah pemilihnya. Demikian juga, terbanyak jumlah ahli profesional planolog atau perencana kotanya!

Apabila penguasa selalu mempunyai pikiran-pikiran "tidak bersih" dalam melihat fenomena budaya masyarakat, ini akan sangat memengaruhi bagaimana kebijakan publiknya. Maka ketika kita mencoba membedah isu perencanaan dan tata ruang di Jawa Barat, kita harus terlebih dahulu mangajak para burung merak berpikir normal, yaitu terbuka pada kearifan budaya yang ada.

Dalam konteks perencanaan Jawa barat, kontestasi calon gubernur adalah pertarungan untuk mencari perencana utama. 

Sebagai gubernur, mereka harus memiliki atau melek kecakapan khusus bidang perencanaan tata ruang. Niscaya, pengetahuan untuk merencana ini merupakan pra-syarat khusus, karena masa depan Jawa barat akan sangat ditentukan oleh kualitas rencana, pelaksanaan serta pengendaliannya.

Tari jaipong aseli SundaKOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Tari jaipong aseli Sunda
Inovasi di level kebijakan dan program daerah menjadi bagian penting dari proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, agar provinsi, kota dan kabupaten menjamin inklusifitas, berkeadilan dan dinamis.

Begitu pula tantangan bagi para planolog, ahli perencanaan dan tata ruang di Jawa Barat. Banyak di antara kami pun terpanggil untuk menjadi sekodan atau staf ahli bagi para burung merak.

Masa kampanye merupakan kesempatan baik untuk memperkenalkan terobosan-terobosan teknokratik tata ruang yang dapat menjadi solusi bagi Jawa Barat ke depan kepada para calon gubernur.

Para perencana ditantang untuk dapat melihat kedaruratan tata ruang yang terjadi saat ini di Jawa Barat, yang terlihat dalam berbagai krisis Citarum, sampah, ketimpangan wilayah bagian tengah dengan selatan, kemiskinan, dan tekanan ekonomi dan sosial di perkotaan.

Pekerja menyelesaikan pembuatan garam di Kampung Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017). Pelaku usaha pengepakan garam terkendala bahan baku akibat pasokan garam dari Cirebon dan Jawa Tengah sulit didapat sehingga berdampak pada penurunan jumlah produksi selama dua pekan terakhir, sehingga perajin menaikan harga garam dari Rp1.000 per bungkus menjadi Rp4.800 per bungkus dengan jumlah produksi satu ton per harinya.ANTARA FOTO / ADENG BUSTOMI Pekerja menyelesaikan pembuatan garam di Kampung Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017). Pelaku usaha pengepakan garam terkendala bahan baku akibat pasokan garam dari Cirebon dan Jawa Tengah sulit didapat sehingga berdampak pada penurunan jumlah produksi selama dua pekan terakhir, sehingga perajin menaikan harga garam dari Rp1.000 per bungkus menjadi Rp4.800 per bungkus dengan jumlah produksi satu ton per harinya.
Isu Jawa barat juga sangat melekat dengan persoalan urbanisasi dan perangai politisi dalam melihat posisi Jabar dalam konteks megapolitan Jakarta dengan total mencapai 30 juta orang. Kemampuan pemimpin dan teknokratnya dalam bekerja sama dan berkolaborasi dengan Jakarta menjadi utama. Tidak bisa semangat ekskulif dipelihara, dan seolah Jawa Barat tidak peduli terhadap persoalan megapolitan.

Permasalahan daya dukung DAS Citarum, Ciliwung, Cisadane adalah krisis bersama. Persoalan konektivitas pendukung kegiatan ekonomi, sosial kemasyarakatan para komuter, krisis air bersih dan sanitasi serta kongesti lalu lintas, merupakan kerja bersama.

Gubernur baru harus segera meninjau kembali kebijakan metropolitan Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Purwakarta (Botabekpur) dalam Perda No 2 tahun 2014 yang mengatur upaya pengelolaan pembangunan metropolitan dan pusat pertumbuhan.

Kebijakan urbanisasi harus tegas dengan tujuan perbaikan ekonomi dan peningkatan penghasilan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas SDM masyarakat perkotaan dan desa, dan peningkatan infrastruktur. Mengurangi kesenjangan harus merupakan roh utama kebijakan urbanisasi, ditambah dengan peningkatan utilitas dan fasilitas perkotaan di kawasan pedesaan.

Ilustrasi jalur selatan Nagreg.KOMPAS.com Ilustrasi jalur selatan Nagreg.
Dalam artikel sebelumnya saya pernah mengangkat ada risiko dehumanisasi perencanaan, yang apabila dibiarkan akan menghasilkan ruang-ruang yang tidak layak huni karena menerobos daya dukung lingkungan (carrying capacity), delineasi ekoregion, dan optimasi ruang.

Perlu diperkuat budaya para pemimpin untuk menghadirkan negara dalam ruang hidup warga, meningkatkan kualitas hidup, dan membangun dari pinggiran, menjadi ruh bagi visi menata ruang kita. 

Tuhan menciptakan priangan saat sedang tersenyum. Lengkap dengan keindahan budaya dan manusianya. Maka tak terlalu berlebihan, kalau kita punya harapan besar pada Jawa Barat.

Tarian para millennial tidak lagi 3G bapak-bapak! Tapi sudah 4G,  geol,  gitek,  goyang dan go-international!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau