KompasProperti – Momen Black Friday yang jatuh setiap Jumat minggu keempat November mulai kehilangan pesonanya. Sejumlah kalangan telah memprediksi jauh-jauh hari bahwa ajang tersebut tak lebih dari sekadar seremonial.
“Black Friday bukan lagi seperti biasanya,” demikian tulis Forbes, Kamis (12/10/2017) lalu.
Selidik punya selidik, hal itu dikuatkan oleh survei yang dilakukan PricewaterhouseCooper (PwC) terkait persentase warga Amerika Serikat (AS) yang tertarik berbelanja pada hari monumental tersebut.
Berdasarkan tradisi, peritel bakal mengobral barang-barangnya dengan harga menggiurkan dan warga Amerika Serikat lazimnya tergugah untuk menghamburkan uangnya saat Black Friday.
Namun menurut PwC, hanya 35 persen warga AS yang berniat berbelanja pada Black Friday tahun ini yang selalu jatuh sehari setelah Thanksgiving (hari pengucapan syukur). Persentase itu melorot dari angka 51 persen tahun lalu dan juga 59 persen pada 2015 silam.
Baca juga: Inikah Awal Runtuhnya Kedigdayaan Ritel Amerika Serikat?
"Black Friday telah kehilangan signifikansinya," cetus Steven Barr, Kepala Pasar Konsumen PwC.
Menurut Steven, ogahnya warga AS menyerbu toko ritel saat Black Friday mendatang disebabkan para peritel terlampau sering mengobral diskon sehari-harinya. Kondisi itu membuat konsumen meyakini bahwa momentum ini tak ada bedanya dengan hari-hari normal tersebut.
Promosi harga untuk Natal, yang dulunya mulai dipajang saat Black Friday, kini telah didorong jauh hari sebelumnya. Kondisi itu tentunya memacu konsumen untu bergegas pergi ke mal, setelah kalkun selesai dimakan saat Thanksgiving. Alhasil, momen Black Friday menjadi kurang gereget.
"Sementara kegilaan jelang Black Friday berangsur lenyap, masih akan ada pembeli yang mencari barang diskon besar. Karena itu, baiknya peritel tetap menganggap Black Friday sebagai peluang penjualan yang penting,” tutur Mark Ryski, Chief Executive Officer lembaga analis ritel Headcount Corporation.
Kreativitas
Mengenai potensi minimnya pembeli saat Black Friday, sejumlah ahli pemasaran turut angkat bicara.
"Kenyataannya adalah konsumen saat ini berbelanja kapan dan di mana saja. Konsumen tak peduli mediumnya, tetapi mereka mencari pengalaman dan promosi menarik, pada ritel konvensional atau daring. Peritel yang cerdas bakal memadukan kampanye daring maupun toko untuk menyambut Black Friday” ujar Chris Petersen, pimpinan Integrated Marketing Solutions.
Baca juga: Agar Tak Tergerus Toko "Online", Pusat Belanja Harus Berubah
Hal senada diutarakan Art Suriano, Chief Executive Officer The Tsi Company.
"Satu-satunya cara Black Friday bisa sukses adalah menginvestasikan kembali sesuatu yang lebih dari sekadar diskon besar. Sebaiknya utamakan pengalaman unik yang menggoda konsumen,” ungkap Suriano.
“Itu tentunya membutuhkan kreativitas dan promosi yang signifikan,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.