Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reklamasi Dinilai Bukan Solusi Tangani Banjir Jakarta

Kompas.com - 23/10/2017, 12:04 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Polemik reklamasi teluk Jakarta kembali mencuat, setelah Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratorium reklamasi.

Meski reklamasi merupakan kegiatan yang lazim dilaksanakan di berbagai negara, namun hal serupa di Teluk Jakarta dikhawatirkan justru akan memperparah banjir di Ibu Kota.

KompasProperti mengutip paparan yang pernah disampaikan Ketua Kelompok Keahlian Teknik Kelautan ITB, Muslim Muin, Senin (23/10/2017).

Dalam paparan, Muslim menyimpulkan, reklamasi dan pembangunan giant seawall (GSW) bukanlah solusi untuk mengatasi penurunan muka tanah atau land subsidence.

Baca juga : Moratorium Dicabut, Bagaimana Status Lahan Pulau Reklamasi?

Sebaliknya, reklamasi dan pembangunan GSW justru akan memperparah ancaman banjir di Jakarta. Selain itu, biaya operasional GSW diperkirakan menelayan anggaran yang tidak murah.

"Jakarta memerlukan struktur pelindung pantai yang lebih baik, bukan reklamasi jawabannya," tulis Muslim dalam paparannya.

GSW yang menjadi bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dinilai Muslim, memiliki pompa yang terlalu kecil. Dengan demikian, bila pompa itu beroperasi diperkirakan tidak akan berfungsi maksimal.

Sebagai gambaran, pompa tersebut dapat memompa air dengan kapasitas 730 meter kubik per detik.

NCICD mengklaim, pompa itu dapat mengatur muka air 2,5 meter dengan luas waduk minimum 75 kilometer persegi. Akan tetapi, menurut Muslim, dengan kekuatan pompa tersebut, fluktuasi air yang harus diturunkan seharusnya sebesar 4,7 meter.

"Jika pompa hanya 730 meter kubik per detik, akibatnya Jakarta akan tenggelam," tulisnya.

Selain itu, biaya opersional pompa itu diperkirakan cukup besar. Dengan asumsi tarif listrik per KwH Rp 1.400, maka dibutuhkan biaya sekitar Rp 241 miliar untuk pengoperasian tiap tahunnya.

Sedangkan, dengan asumsi biaya water treatment Rp 1.000 per meter kubik, maka dibutuhkan biaya sekitar Rp 6 triliun tiap tahunnya.

"Siapa yang akan bayar? 60 ribu penghuni di area reklamasi baru?" kata Muslim.

Adapun imbas dari pembangunan proyek 17 pulau reklamasi, menurut dia, akan menghambat aliran 13 sungai yang ada di Jakarta dan menyebabkan banjir semakin parah.

Dampak lain yang juga ditimbulkan yaitu PLTU Muara Karang harus dipindahkan dari lokasinya saat ini, karena air pendingin yang terus tergerus akibat laju sedimentasi yang meningkat cepat.

"Demikian pula pelabuhan perikanan nasional harus dipindah (lokasinya)," kata dia.

Dari pada melanjutkan proyek reklamasi dan GSW, Muslim menyarankan, agar pemerintah cukup memperkuat tanggul pantai dan tanggul sungai di daerah land subsidence.

Pasalnya, biaya operasional pompa yang harus dikeluarkan tiap tahunnya lebih murah, karena ukuran pompa yang lebih kecil.

Di samping itu, pompa juga tidak perlu bekerja ekstra keras. Hal itu disebabkan, pompa cukup menyedot air hujan yang turun di daerah land subsidence. Sedangkan air yang berasal dari hulu seperti Bogor, Depok, dan Cipanas, akan mengalir lewat muara sungai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau