Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Idealnya Wajah Kota Masa Depan…

Kompas.com - 26/09/2017, 08:17 WIB
Haris Prahara

Penulis

KompasProperti – Masa depan adalah misteri. Begitulah pepatah klasik yang tak lekang zaman. Tugas insan manusia adalah bagaimana bersiap menghadapi masa depan tersebut.

Begitu juga dalam hal penataan suatu kota. Tak bisa instan. Upaya perencanaan saat ini akan berdampak pada masa mendatang, entah hitungan bulan, tahun, maupun abad.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata memiliki pandangan tersendiri mengenai idealnya sebuah kota masa depan tersebut.

Menurut pria yang karib disapa Eman itu, kota masa depan adalah kota yang direncanakan sedini mungkin, sehingga tetap bisa dinikmati dengan baik oleh anak cucu generasi mendatang.

“Bisa 100 atau 200 tahun, peradaban kan berjalan terus. Nah, kota-kota yang ada sekarang harus dirancang siap ekspansi,” ujar Eman dalam sesi wawancara khusus dengan KompasProperti, Senin (18/9/2017).

Ia menuturkan, kota-kota di Indonesia perlu mengejar ketertinggalan dari negara lain dalam hal pembangunan kota. Dengan Singapura, misalnya. Negara tetangga itu kata Eman, memiliki keunggulan dalam hal penggunaan tanah secara efisien.

Kota-kota masa depan harus dirancang secara pintar demi terciptanya gaya hidup yang efektif dan efisien.fastcoexist Kota-kota masa depan harus dirancang secara pintar demi terciptanya gaya hidup yang efektif dan efisien.

“Pelajaran yang bisa kita petik dari Singapura adalah semua huniannya vertikal, lebih efisien. Di kita (Indonesia), penduduknya besar dan tanahnya tidak banyak-banyak amat, sehingga harusnya jadi vertikal semua,” tuturnya.

Efisiensi penggunaan tanah itu dipandang berguna agar proporsi lahan terbuka hijau tetap terjaga. Ia juga mencontohkan kota Tokyo, Jepang, yang mana penduduknya padat namun terpusat pada satu titik. Di luar titik kepadatan itu, masih tersedia lahan hijau yang luas.

Future city (kota masa depan) juga terkait bagaimana kita menata ruang hijau. Kita semua butuh oksigen. Jadi, jangan sampai manusianya banyak, tetapi ruang terbukanya kecil. Bisa sesak,” ujar lulusan Institut Teknologi Bandung itu.

Lebih lanjut, Eman mengatakan, langkah pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur sudah tepat. Itu dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari segi infrastruktur. Hanya saja, ia menekankan, pemerintah perlu merancangnya untuk kebutuhan jangka panjang.

“Mungkin bangun jalan tol lebarnya tidak lagi 50-60 meter, tetapi 100 meter. Seperti misalnya di Tol Jagorawi, sisi-sisi jalannya kan bisa di-extend untuk LRT,” imbuhnya.

Lantas, siapakah yang harus merancang kota masa depan tersebut?

Menurut dia, pemerintah tak dapat bekerja sendiri untuk menyiapkan suatu kota masa depan. Dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam mewujudkannya, misalnya pihak swasta.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI) Soelaeman SoemawinataKompas.com/ Haris Prahara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata
“Karena kebutuhan suatu kota itu banyak sekali. Pemerintah membangun infrastruktur utama dan itu sudah jalan yang tepat. Hanya saja, infrastruktur utama bukan hanya jalan, ambil contoh Trans Sumatera. Baiknya jangan hanya tol, tetapi bisa untuk kereta api. Ada ruangnya dahulu, meskipun tidak dibangun sekarang,” paparnya.

Ke depannya, imbuh Eman, kota-kota di dunia juga akan menuju sebuah kota cerdas (smart city). Hal itu menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah kota di seluruh Indonesia.

“Bicara kota cerdas, bicara juga redistribusi penduduk. Saat ini, penduduk masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, itu harus didistribusikan ke pulau lainnya. Bisa mulai dikembangkan sentra-sentra baru di luar Jakarta,” tuntas Eman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com