Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/09/2017, 14:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Dalam mempromosikan produk properti, tak jarang pengembang kerap menaikkan harga rumah atau apartemen yang dipasarkan. Kampanye promosi "Senin Harga Naik", bahkan memenuhi ruang-ruang privat masyarakat kita.

Alasannya, apalagi kalau bukan untuk mendulang penjualan dalam waktu singkat. Dengan kampanye promosi seperti itu, tujuannya adalah agar calon konsumen segera membeli produk mereka pada saat harga masih relatif terjangkau.

Namun, praktik seperti itu rupanya berpotensi menimbulkan unsur pidana. Menurut pakar hukum perlindungan konsumen, David Tobing, kebiasaan tersebut sering dilakukan pengembang untuk menarik minat masyarakat.

Baca: Tak Bisa Bangun Tepat Waktu, Pengembang Bisa Dipenjara

"Pelaku usaha dilarang mempromosikan suatu barang dengan tarif tertentu, jika dia tidak bermaksud menerapkan tarif itu. Ini bisa dipidana," kata David dalam sebuah diskusi di Universitas Tarumanegara, Jumat (22/9/2017).

David menjelaskan, di dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan, setiap pelaku usaha dalam hal ini pengembang, diwajibkan untuk memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas atas produk yang hendak dijual.

Dengan menaikkan harga pada waktu tertentu, menurut dia, hal itu sama halnya dengan melakukan perbuatan tindak pidana penipuan terhadap konsumen. 

"Itu kebiasaan yang terjadi saat ini, seakan-akan peminatnya banyak akhirnya dinaikkan harganya," kata dia.

"Karena sudah dikatakan, diatur, bahwa kalau dia menjanjikan sesuatu tidak boleh yang belum pasti. Itu kan diatur, kalau mengandung janji yang tidak pasti itu kena pidana," lanjut dia.

Sesuai Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang  melakukan dugaan tindak pidana penipuan dapat diganjar dengan ancaman hukuman kurungan dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Baca: DP dan Cicilan Rumah Dapat Dikembalikan, Ini Ketentuannya...

Selain itu, pengembang juga dilarang membuat promosi dalam bahasa asing pada saat memperkenalkan produk yang dijual kepada masyarakat.

"Kalau ada promosi yang menggunakan bahasa asing, itu sebenarnya sudah melanggar UU terkait Lambang Negara. Jadi promosi pun harus memakai Bahasa Indonesia," tuntas David.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com