Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

James Riady: Bicara Kebutuhan Rumah, Tinggal Tunggu Masyarakat Marah

Kompas.com - 06/06/2017, 15:24 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

Jakarta, KompasProperti - Memiliki rumah adalah harapan setiap manusia. Rumah menjadi patokan penting bagi individu dan idaman setiap orang. Rumah juga dinilai sebagai tabungan dan aset terbaik seseorang.

Meski demikian, CEO Lippo Group James Riady, mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih sangat sulit memiliki rumah sehingga muncul angka kekurangan ketersediaan rumah atau backlog yang tinggi.

Dia mengatakan, saat ini angka backlog masih simpang siur. Angka yang paling bisa dipertanggungjawabkan selama ini adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan sensus 2010 yakni 13 juta.

"Mau (kebutuhan) itu 8 juta, 10 juta, 12 juta, itu tetap angka yang signifikan, tinggal tunggu waktu masyarakat akan marah," ujar James di Hotel Westin Jakarta, Senin (5/6/2017).

James bercerita mengenai rasio kepemilikan rumah di Hong Kong. Dia pernah lama tinggal di salah satu kota paling maju di Asia itu.

Di sana, menurut James, harga tanah meningkat terus dan membuat mimpi masyarakat memiliki rumah bertambah jauh. Sementara di Singapura, meski lahannya sedikit, kepemilikan rumah terus mengalami kenaikan.

Pemerintah Singapura menyadari, bahwa pemilikan rumah adalah hal utama. Bahkan, sektor ini menjadi fokus pemerintah sebesar 70 persen.

"Terakhir, 8 tahun ini, dia (Singapura) hanya genjot satu hal, yaitu kepemilikan perumahan. Sekarang di Singapura 90,8 persen warganya sudah punya rumah," tutur James.

Atas hal ini, warga pun mengaku senang karena sudah memiliki rumah apalagi harganya tidak pernah turun.

Dengan demikian, selain bisa ditinggali, rumah juga menjadi instrumen investasi yang sangat m menjanjikan, terlebih lokasinya memiliki infrastruktur yang memadai.

Ia melanjutkan, perumahan merupakan satu hal yang penting dan menjadi masalah besar di Indonesia.

Meski menjadi peluang besar bagi stakeholder perumahan terutama pengembang, James mengaku heran properti di Indonesia lesu dalam beberapa tahun terakhir. Dia bahkan membandingkan kondisi properti di Indonesia dengan Myanmar yang sebenarnya jauh lebih baik.

"Saya kaget sekali waktu Rabu ke Myanmar untuk pembukaan Siloam. Properti di daerah Myanmar 2-3 kali lipat lebih tinggi (dibanding Indonesia)," kata James.

Masyarakat Myanmar sudah mengerti tidak ada investasi yang lebih menguntungkan daripada properti.

Selain Myanmar, harga properti yang tinggi juga ia temukan di Nepal. Saat pertama kali ke sana, James berpikir harga properti di Nepal tidak mungkin tinggi.

Namun, kenyataannya, harga properti di negara seluas 150 kilometer persegi ini, malah 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan Indonesia.

"Kita ngga perlu bicara negara seperti China dan Vietnam yang propertinya mahal sekali. Tetapi pemerintah di sana itu memiliki strategi mau diapain properti itu," jelas James.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com