Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Teror, Kalangan Elite, dan Kota Layak Huni

Kompas.com - 29/05/2017, 18:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Memasuki hari pertama musim dingin, Melbourne menampakkan dirinya sebagai kota Australia yang elok dan dinamis di belahan bumi selatan khatulistiwa.

Tanpa mengurangi kecepatan pergerakan kota, langkah-langkah warga yang kian kosmopolitan terus melenggang dengan koleksi lama pakaian musim dingin, atau model-model baru. Maklum, ini ibu kota busana-nya benua Kanguru.

Saya ditemani secangkir latte di café European, persis di depan gedung parlemen Negara bagian Victoria. Rasanya lain dari biasa.

Tempat yang melegenda sarat lobi politik, para pengacara top, konglomerat dan politisi mampir untuk sekadar secangkir flat white atau anggur ini terasa begitu bergairah.

Itulah sekelumit potret kota yang sepanjang satu dekade terakhir selalu masuk dalam daftar "Kota Paling Layak Huni" yang dikeluarkan hampir semua indeks yang ada di muka bumi.

Namun ada yang lain hari ini. Angin sejuk terasa mengiris ketika saya mengikuti bincang kopi dengan teman.

Pekan lalu, Melbourne terasa beku. Ini karena Manchester yang ribuan kilometer jauhnya, negeri asal kebanyakan warga Melbourne diguncang teror. Teror terjadi saat Ariana Grande menggelar konser.

Dua hari setelahnya, teror serupa meledak di Kampung Melayu. Tak kurang lima orang meneninggal, menyisakan potongan tubuh bergelimpangan.

AP Photo/Rui Vieira Seorang perempuan muda melihat bunga-bunga yang diletakkan di lapangan Santa Anna, Manchester, Inggris, 25 Mei 2017, untuk mengenang para korban ledakan seusai konser bintang pop AS, Ariana Grande.
Rasa sedih, geram, sakit dan bergejolak, mendominasi ruang-ruang interaksi warga saat itu. Kota Manchester, Jakarta, Melbourne seolah menjadi satu, tanpa batas, nyata, dan menggelorakan solidaritas warga yang begitu instan dan egaliter.

Kota-kota kita semakin terbuka dan instan. Egalitarian menjadi menu utama, karena dominasi informasi tidak lagi di tangan kalangan elite.

Anak-anak ingusan, ibu-ibu arisan RT, pedagang kaki lima, setara dengan para konglomerat dan anggota dewan, mendapatkan dan merasakan informasi yang sama pada saat yang sama.

Lalu, bagaimana kota kita bisa relevan bagi warganya, kalau ketakutan dan teror terus hadir kapan saja di depan kita? Bagaimana kita menciptakan kota tempat tinggal kita yang nyaman dan layak huni?

Pasca Piagam Athena yang digagas Le Corbusier dan kawan-kawan tahun 1933, kota di dunia menjadi seragam sebagai hutan beton dibalut jalur hijau, yang semakin mengotak-kotakan warga dalam ruang kaku. Elite menguasai ruang publik.

Kini kota utama dunia seperti Melbourne sudah semakin menyadari perlunya paradigma baru dalam penciptaan kota yang manusiawi.

Dimensi ruang berskala manusia menjadi menu utama para perencana. Bahkan aturan pengembangan kota terus berevolusi untuk menciptakan kota kompak yang layak huni.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com