Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tidak Ingin Pajak Progresif Memberatkan Masyarakat

Kompas.com - 08/02/2017, 21:15 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Berbicara aspek keadilan tanah untuk seluruh rakyat, pemerintah mengupayakan berbagai pendekatan.

Salah satunya mencabut kepemilikan tanah yang menganggur atau didiamkan sebagai pilihan terakhir. Selain itu, pemerintah juga memungkinkan pemberlakuan pajak, seperti pajak progresif.

Meski demikian, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama, penerapan pajak progresif masih dipertimbangkan agar tidak kontraproduktif.

"Jangan sampai justru memberatkan konsumen misalnya dengan harga akhir (tanah), justru mengganggu investasi, atau justru yang kena sasaran bukan yang dituju," ujar Hestu saat Talkshow Bisnis PASFM tentang "Pajak Progresif untuk Tanah Menganggur", di Hotel Ibis Jakarta, Rabu (8/2/2016).

Pajak progresif perlu dikaji lebih lanjut karena dampaknya sangat luas.  Hestu juga ingin aturan pajak yang diterapkan memang tepat sasaran.

Dia menambahkan, pihaknya berhati-hati dalam memutuskan hal tersebut mengingat adanya berbagai macam masalah yang mungkin terjadi.

Implementasi aturan ini ke depannya diakui tidak mudah, sehingga harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku. Kriteria, parameter, batasan, dan targetnya pun harus jelas.

"Misalnya REI (Realestat Indonesia) mengatakan 'harusnya landbank kami ngga masuk (kriteria pajak progresif)'. Itu kita formulasikan dengan sangat hati-hati," sebut Hestu.

Lebih lanjut, dia menambahkan, alternatif kebijakan fiskal pajak berakar pada fungsi anggaran dan reguler berdasarkan pengaturan.

Pajak progresif bisa masuk dalam fungsi pajak dalam mengatur aktivitas masyarakat.

"Insentif dan disentif itu fungsi-fungsi reguler. Isu ini adalah fungsi regulernya. Kita memang belum pikirkan, penerimaan pajak sekian (dari pajak progresif)," tutur Hestu.

Fungsi pengaturan ini berdasarkan banyaknya tanah menganggur yang seharusnya bisa lebih produktif.

Tanah menganggur tersebut seringkali disebabkan karena para spekulan membeli tanah dan menunggu sampai harganya naik berkali-kali lipat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com