Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Babak Membosankan Pilkada DKI Jakarta

Kompas.com - 29/01/2017, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Pasca debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta ke-2, kontestasi mencari pemimpin Jakarta mulai memasuki babak yang membosankan. Membosankan dilihat dari sudut pandang para pencari solusi dan tatanan mencari gebrakan.

Padahal Jakarta memerlukan gebrakan inovatif namun praktis, dalam tugasnya menciptakan kota layak huni sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030.

Pilkada DKI sekarang masih sebatas perang retorika dengan ide-ide generik dan populis. Tidak ada bedanya dengan pilkada-pilkada di pelosok Indonesia. Padahal kita menantikan terobosan visi kota dunia untuk Jakarta.

Sebagai salah mega cities dan megapolitan terbesar di belahan bumi selatan khatulistiwa, peran Jakarta sangat penting dalam konstelasi geopolitik dan eco-region dunia.

Sebagai pemilih sekaligus praktisi kota, saya tidak merasa dituntun untuk memikirkan kota Jakarta menjadi kota layak huni kelas dunia. Kita menantikan solusi dan kaidah-kaidah merencana sekelas kota seperti New York, Tokyo, London, Shanghai.

Itulah Jakarta! A Great City of The World

Tanpa mengurangi hormat pada penyelenggara debat, materi debat kurang mendorong para calon untuk masuk ke isu yang “out of the box”. Misalnya, diskusi miskin komponen penting aspek daya saing kota sebagai prasayarat kota dunia, untuk dapat menjadi mesin penghela investasi.

Sebagaimana diketahui investasi dan keberpihakan pada kaum terpinggirkan, adalah dua sisi mata uang yang harus betul-betul memerlukan ilmu yang mumpuni dari seorang gubernur DKI.

Walaupun sudah mulai diucapkan, masih sebatas retorika untuk mendengarkan semua kondisi yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, mewujudkan keadilan pelayanan dasar, serta menciptakan kesejahteraan.

Potensi urbanisasi belum dilihat sama sekali. Belum ada satu pun calon yang mengusung tantangan urbanisasi, yang bisa dilihat sebagai peluang tetapi bisa juga menjadi bencana.
Saya kira, pencari solusi kota akan menantikan pasangan mana yang mempunyai kebijakan tajam dalam pengendalian jumlah penduduk, peningkatan produktifitas urbanisasi seperti dikemukakan dalam New Urban Agenda yang juga sudah diadopsi oleh Indonesia.

Kompas.com/Alsadad Rudi Penampakan pulau C dan D dari atas udara. Pulau C dan D adalah sejumlah pulau yang termasuk dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Dalam konteks perencanaan kota, kontestasi calon Gubernur DKI Jakarta ini adalah pertarungan untuk mencari Perencana Utama di ibu kota. Gubernur, harus memiliki kecakapan khusus bidang perencanaan tata ruang, karena masa depan Jakarta akan sangat ditentukan oleh kualitas rencana kota, pelaksanaan serta pengendaliannya.

Kota dunia layak huni tantangan Jakarta

Laporan Most Livable City Index yang dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Perencanaan 2009, 2011 dan 2014 memperlihatkan fenomena penting untuk dicermati. Hampir setengah penduduk kota Indonesia merasakan kotanya belum nyaman ditinggali.

Dari indeks kepuasaan rata-rata nasional 64.5 persen, kota Jakarta masih dibawah rata-rata kota lain yang disurvei, seperti Balikpapan, Malang, Makassar, Jogyakarta, Solo dan Palembang.

Hal ini dilihat dari kepuasan warga atas aspek-aspek seperti ekonomi, sosial, kehidupan bertetangga, kualitas lingkungan dan tingkat polusi, mobilitas warga, dan lain lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com