Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan Rakyat Filipina Tolak Proyek Taman Hiburan Nickelodeon

Kompas.com - 18/01/2017, 23:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

KOMPAS.com - Rencana Viacom membangun taman bermain dan hiburan dengan nama dan lisensi Nickelodeon telah memicu kontroversi di Filipina.

Para ahli lingkungan terus berupaya agar taman hiburan yang rencananya dibuka pada 2020 dan dibangun di Coron, sebuah kepulauan di Provinsi Palawan tidak jadi dibangun.

Proyek itu diakui Viacom bakal menempati lahan seluas 400 hektar termasuk 16 pulau pasir putih yang ada di sekitar Coron.

Lebih mencengangkan lagi, pengembangan itu juga akan termasuk pariwisata bawah air. Viacom berencana membangun restoran dan lounge enam meter di bawah permukaan laut.

Sontak, pengumuman itu menimbulkan reaksi dari masyarakat Filipina yang langsung membuat petisi online agar itu tidak terjadi dan telah berhasil mendapatkan 30.000 tanda tangan.

Pemerintah Filipina pun sepakat dengan masyarakatnya. Sekretaris Presiden Rodrigo Duterte Bidang Lingkungan Gina Lopez bahkan bersumpah melarang proyek taman bermain tersebut dilanjutkan.

"Anda tidak bisa menghancurkan koral-koral di bawah laut hanya untuk taman bermain, tidak boleh. Tidak ada nominal uang seberapa besar pun yang setara dengan kesejahteraan petani dan nelayan kami," tegas dia.

Setelah adanya penolakan tersebut, Coral World Park Undersea Resort (CWP), sebuah pengembang properti bawah air dan juga mitra Viacom langsung membuat pernyataan bahwa tidak akan ada bangunan di bawah laut seperti pada pengumuman sebelumnya.

"Satu-satunya infrastruktur yang dibangun adalah di atas air dan semua pengembangan akan dilakukan di daratan serta hanya 100 hektar yang dialokasikan untuk fasilitas Nickelodeon dan 30 hektar untuk hiburan," kata CWP.

Lebih lanjut CWP menyatakan, ketika proyek ini rampung, akan menjadi program konservasi koral terbesar di Asia dengan suaka bawah air terbesar untuk lima spesies hewan, yakni lumba-lumba, ikan duyung, kuda laut, kura-kura, dan hiu paus.

Kendati telah dikonfirmasi tak akan membangun di bawah laut, sang pencetus petisi bernama Anna Oposa yakin proyek taman hiburan tersebut masih akan membawa malapetaka permanen pada Palawan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai cagar biosfer.

"Berlawanan dengan pernyataan bahwa taman bermain bawah laut akan memberikan perlindungan kepada laut dan spesiesnya justru akan terjadi sebaliknya. Dengan membangun struktur buatan maka bisa merusak dan mengganggu ekosistem laut Palawan, Perbatasan Terakhir kami," jelas dia.

Peneliti dari Tropical Marine Science Institut di Singapura Toh Tai Chong mendorong Viacom dan pengembangnya untuk melaksanakan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sebelum melakukan konstruksi untuk menilai dampak potensial dari pembangunan.

"Amdal tersebut termasuk adanya pemasukan air tawar dan polutan dari taman langsung ke laut yang dapat mengurangi kualitas air dan berujung pada kematian karang," ujar Toh.

Proyek Nickelodeon ini juga mendapat perhatian dari kalangan selebritis dan netizen Filipina. Mereka kemudian menggerakkan tagar "Coron is not Bikini Bottom" di berbagai media sosial yang merujuk pada kartun SpongeBob Squarepants.

Taman hiburan itu menjadi yang kedua di Asia setelah pada tahun lalu Nickelodeon Lost Lagoon resmi dibuka di Malaysia.

Taman bermain saat ini telah menjadi tren di Asia, terutama China. Shanghai Disneyland yang resmi dibuka tahun lalu bahkan berhasil meningkatkan harga proyek residensial di sekitarnya hingga 35 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com