Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spekulasi Tanah Harus Dikendalikan

Kompas.com - 10/01/2017, 10:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat perumahan dan permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengatakan, dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan mengatasi permasalahan hunian di kota besar seperti Jakarta. Dukungan itu mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, terutama untuk membentuk bank tanah.

"Salah satu solusinya adalah bank tanah. Spekulasi tanah harus dikendalikan, dan dibentuk lembaga perumahan untuk menjamin ketersediaan lahan dan menjadi pengendali harga,” ujar Jehansyah pada diskusi "Mengatasi Besarnya Kekurangan Hunian" di Jakarta, Kamis (5/1/2017) pekan lalu.

Namun, Jehansyah mengakui, butuh peran signifikan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang memiliki Badan Perencana Infrastruktur Wilayah (BPIW) untuk merealisasikan lembaga bank tanah tersebut. Spekulasi tanah harus dikendalikan, dan dibentuk lembaga perumahan untuk menjamin ketersediaan lahan

Jehansyah mengataka, sejauh ini rencana pemerintah membuat lembaga bank tanah untuk menjaga keberlangsungan program strategis nasional sejuta rumah disambut positif oleh sejumlah kalangan industri. Namun, sangat disayangkan peran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sangat minim.

"Seharusnya BPIW itu yang paling memahami tanah-tanah mana yang potensial dibebaskan sehingga perencanaan pemukiman dapat disusun secara matang dan tepat sasaran," ujarnya.

Jehansyah pun mengungkapkan hal tersebut dapat menjadikan kinerja BPIW lebih strategis dari yang saat ini hanya mengawal tender dengan anggaran Rp500 miliaran. Menurut dia, saat ini level urbanisasi di Indonesia berada pada angka 53 persen dan diperkirakan pada 2050 nanti akan mencapai 85 persen.

"Jadi, mau tidak mau kita akan menjadi negara kota yang membutuhkan sistem tepat sasaran untuk mengurusinya," kata Jehansyah.

Menurut dia, saat ini pemerintah hanya menjembatani pembangunan oleh swasta dan kurang memiliki kekuasan untuk menentukan peruntukan lahan. Artinya, semua diserahkan kepada pasar. Spekulasi tanah makin sulit dikendalikan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR Syarif Burhanudin mengatakan tantangan utama program perumahan tahun ini masih relatif sama dengan tahun lalu, yakni masalah tanah.

Menurut dia, pembentukan bank tanah masih merupakan kewenangan Kementerian ATR. Adapun Kementerian PUPR akan berperan memberi informasi tentang lahan-lahan potensial yang bisa digunakan untuk perumahan.

"Intervensi pemerintah terhadap pasar dengan menyediakan kredit subsidi belum mampu menggenjot pasokan rumah murah," ujarnya.

Saat ini di Jakarta misalnya, ada sekitar 1,3 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi kedua dengan backlog perumahan terbesar di Indonesia, merujuk riset Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014.

Sementara itu, Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir pada diskusi itu mengatakan bahwa dirinya mendukung rencana untuk merevisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 tahun 2014 terkait investasi rumah susun. Menurut dia, selain deregulasi dalam investasi rumah susun, peran aktif pemerintah juga dibutuhkan untuk membangun rusun, terutama untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Sedangkan untuk mengendalikan harga tanah di Jakarta yang melambung tinggi, Anies menuturkan nantinya pemerintah melalui BUMD akan mendata secara administratif kegiatan jual beli tanah yang akuntabel dalam bentuk bank tanah yang dimanfaatkan untuk pembangunan hunian masyarakat berpenghasilan rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com