Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serupa Reklamasi, PP Rumah MBR Diduga Pesanan Pengembang

Kompas.com - 06/01/2017, 23:35 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) resmi ditandatangani pada 29 Desember 2016 silam.

PP ini disebut-sebut sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang penyederhanaan perizinan.

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar menilai penerbitan PP ini justru cenderung bermuatan politik karena acuannya tidak jelas.

"Ini PP pesanan pengembang, sama kayak Tomy Winata pesan Keppres Jembatan Selat Sunda, Agung Podomoro pesan izin lokasi reklamasi," ujar Jehansyah kepada Kompas.com, Jumat (6/1/2017).

PP ini mengacu pada sistem perumahan dan permukiman yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011.

Menurut Jehansyah, UU ini sendiri sudah ditindaklanjuti dengan PP Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

PP 14/2015 tersebut sudah mengimplementasi dan mengoperasionalkan beberapa bagian pembangunan perumahan antara lain mengenai perencanaan lingkungan hunian.

Karena sudah ada PP 14/2015, beleid baru yang diteken pemerintah, yakni PP 64/2016 ini belum tentu bisa sejalan dengan UU 1/2011.

"Ini tiba-tiba muncul PP rumah MBR ini karena tindak lanjut PKE XIII kemarin. Paket itu juga diusulkan oleh orang-orang REI (Realestat Indonesia)," tutur Jehansyah.

Sebelumnya, PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR ini diteken dengan pertimbangan untuk percepatan penyediaan rumah bagi MBR.

5.000 meter persegi

Pembangunan perumahan MBR bisa dilakukan di atas lahan dengan luas tidak lebih dari 5 hektar dan paling kurang 0,5 hektar atau 5.000 meter persegi serta berada dalam 1 lokasi yang diperuntukkan bagi pembangunan rumah tapak.

Guna membangun perumahan MBR itu, menurut PP ini, Badan Hukum yang akan melaksanakannya harus menyusun proposal kepada bupati/walikota melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu).

Syaratnya, memuat paling sedikit perencanaan dan perancangan Rumah MBR, perencanaan dan perancangan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) perumahan MBR, perolehan tanah, dan pemenuhan perizinan.

Proposal sebagaimana dimaksud pada dilengkapi dengan lampiran, sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah lainnya dan bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun terakhir.

"Dalam rangka pelaksanaan PTSP, bupati/walikota wajib mendelegasikan wewenang pemberian peizinan dan nonperizinan terkait dengan pembangunan Perumahan MBR kepada PTSP kabupaten/kota," bunyi Pasal 8 PP ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com