Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Menilai Rapor Pemerintah di Sektor Perumahan Masih Merah

Kompas.com - 06/01/2017, 14:56 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat (PUPR) merilis kinerja yang diklaim telah mencapai target pembangunan sepanjang tahun 2016.

Hal ini ditandai peresmian beberapa proyek infrastruktur dan penandatanganan kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan infrastruktur.

Baca: Ini Kinerja Kementerian PUPR sepanjang 2016

Sebut saja infrastruktur ketahanan air dan pangan, konektivitas yang berupa jalan, jalan tol, dan jembatan, serta perumahan dan permukiman.

Kendati pembangunan berlangsung demikian masif, namun khusus sektor perumahan dan permukiman, rapor kementerian yang dipimpin Basuki Hadimuljono ini masih dinilai merah.

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar menilai realisasi rumah yang diklaim mencapai 805.169 unit bukanlah angka riil.

"Itu 80 persen dari total target 1 juta unit lho. Saya hitung rumah terbangun baru sekitar 30 persen," kata Jehansyah kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2017). 

Dia menjelaskan alasan memberikan nilai merah, karena angka Satu Juta Rumah yang disusun Kementerian PUPR tidak tepat. 

Kementerian PUPR, dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyediaan Perumahan memasukkan sub-program bedah rumah, dan rumah swadaya ke dalam penyusunan backlog  rumah yang harus dipenuhi.

Hal itu, kata Jehansyah tidak fair. Pasalnya, sub-program bedah rumah, dan perumahan swadaya dilakukan di lokasi-lokasi yang sebetulnya tidak dalam kondisi darurat untuk dibangun perumahan.

"Masak masyarakat di ujung pulau terluar dipaksa bangun rumah 'Aladin', atap, lantai, dinding harus serupa dengan di Pulau Jawa. Mereka dipaksa mengubah rumah asli dari sirap, dan rumbia menjadi tembok, dan beton," ungkap jehansyah. 

Tentu saja, tambah dia, apa yang dilakukan pemerintah ini justru tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya, potensial menimbulkan masalah baru. 

Menurut Jehansyah, tantangan perumahan itu sejatinya ada di perkotaan. Seharusnya, pemerintah membentuk badan yang khusus menangani housing and urban development.

"Rumah-rumah di perkotaan memang kelihatan bagus. Tapi mereka insecure karena sewaktu-waktu bisa digusur. Ini yang harusnya jadi prioritas pemerintah. Mengentaskan rumah kumuh, dan merumahkan mereka yang rentan digusur," cetus dia.

Jehansyah mengungkapkan, selain bedah rumah dan rumah swadaya yang bermasalah, sub-program susun sewa (rusunawa) juga dinilai tidak terencana.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com