JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat 450 konflik agraria terjadi sepanjang 2016.
Luasan wilayahnya mencapai 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 kepala keluarga (KK) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
"Perkebunan masih menjadi sektor penyebab tertinggi konflik agraria, disusul properti dan infrastruktur," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Jika dijabarkan, konflik agraria di sektor perkebunan mencapai 163 konflik atau 3,22 persen, properti 117 konflik atau 26 persen, dan infrastruktur sebanyak 100 konflik atau 22,22 persen.
Menjadi penyumbang terbesar konflik agraria, perluasan lahan dan operasi perkebunan skala besar merupakan ancaman serius bagi gerakan pembaruan agraria di Tanah Air.
Salah satu komoditas yang patut mendapatkan perhatian adalah ekspansi perkebunan sawit yang banyak melahirkan konflik agraria di beberapa wilayah.
"Ekspansi sawit saaat ini sudah menguasai 11 juta hektar tanah di berbagai provinsi," kata Dewi.
Sementara itu, setelah perkebunan, properti, dan infrastruktur, sektor lain yang memengaruhi konflik adalah kehutanan sebanyak 25 konflik atau 5,56 persen.
Selanjutnya, sektor tambang sebanyak 21 konflik atau 4,67 persen, sektor pesisir dan kelautan dengan 10 konflik atau 2,22 persen, dan sektor migas serta pertanian yang masing-masing menyumbang 7 konflik (1,56 persen).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.