JAKARTA, KOMPAS.com - Terminal Pulogebang di Jakarta Timur sudah dirancang sejak 2001. Pembangunannya selesai sebelas tahun kemudian yakni pada 2012.
Sementara pengoperasiannya baru berlangsung selama 6 bulan terakhir. Setelah mangkrak cukup lama, perlu adanya penyesuaian operasional.
"Sementara ini ada 1.800 operator bus. Masalahnya, waktu perencanaan terminal dulu baru ada 235 operator bus," ujar ujar arsitek Paul Tanjung Tan kepada Kompas.com, Selasa (27/12/2016).
Menurut Paul, manajemen terminal yang berada di bawah Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, harus segera dibenahi.
Selain dari sisi operator bus, pengelolaan penumpang juga diperlukan mengingat jumlahnya jauh lebih banyak dari sejak perencanaan dilakukan 14 tahun lalu.
Ia menambahkan, begitu pula pengelolaan pedagang yang harus dibenahi melalui penyuluhan dari pengelola termina.
"Seharusnya dalam gedung ini tidak boleh memasak atau merokok. Karena, gedung tidak disiapkan untuk hal-hal seperti itu," sebut Paul.
Ia menambahkan, jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran akibat aktivitas pedagang yang tidak dikontrol, maka tanggung jawab ada di pengelola. Dalam hal ini, Dishub juga akan kewalahan jika terjadi hal-hal tersebut.
"Mereka betul-betul harus mengadakan penyuluhan baik pada operator bus, pengemudi, dan pedagang. Dishub sendiri perlu pembenahan untuk terminal sebesar ini," tutur Paul.
Terminal yang disebut-sebut sebagai terminal terbesar se-Asia Tenggara tersebut, kata dia, akan menjadi percontohan bagi terminal lain.
Beberapa hal harus diperhatikan betul, khususnya untuk kebersihan baik itu di kamar mandi, tempat ibadah, ruko, hingga pembuangan sampah. Semuanya harus dijaga agar tetap higienis.
Selain itu pengelola juga harus memikirkan bagaimana evakuasi penumpang dalam keadaan darurat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.