Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Syarat agar Skema PPP Bisa Berjalan Sukses

Kompas.com - 08/11/2016, 18:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bersama dengan Pemerintah Indonesia dan Sekretariat ASEAN menggelar ASEAN G2B Infrastructure Investment Forum di Jakarta, Selasa (8/11/2016).

Adapun fokus topik pembahasan dalam forum tersebut adalah Master Plan for ASEAN Connectivity (MPAC) 2025 dan infrastruktur Indonesia yang merupakan bagian penting dari rencana dengan estimasi bernilai 3,3 triliun dollar Amerika Serikat (AS).

Forum ini dihadiri oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, Menteri Perancangan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani, dan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur dan Konstruksi Erwin Aksa.

MPAC 2025 digagas oleh ASEAN fokus pada partisipasi sektor swasta untuk ikut membangun infrastruktur.

Hal itu kemudian dianggap sejalan dengan upaya pengembangan infrastruktur guna menunjang konektivitas antar-pulau di Indonesia yang tengah mencoba mendapatkan kerja sama dengan swasta.

"Kami didorong oleh fakta bahwa MPAC 2025 telah memasukkan berbagai inisiatif dalam mengatasi berbagai masalah yang mencakup masalah konektivitas domestik," katanya saat memberikan sambutan dalam forum tersebut.

Hal itu, sambung Bambang, merupakan aspek penting dalam pengembangan infrastruktur yang tercantum di dalam RPJMN 2015-2019, yakni untuk menguatkan konektivitas hingga daerah-daerah pelosok di Indonesia.

Korelasi antara RPJM 2015-2019 dan MPAC 2025 diyakini Bambang akan menjadi tulang punggung dalam pembangunan konektivitas nasional dan global.

Dalam rangka mendukung MPAC 2025 tersebut, diskusi bilateral antara Pemerintah Indonesia dan G2G telah dilakukan secara intens.

Dari pembicaraan tersebut, kemudian didapatkan hasil bahwa skema public private partnership (PPP) yang ingin digunakan membutuhkan beberapa syarat agar implementasinya berjalan sukses.

Pertama adalah identifikasi proyek prioritas dan mempersiapkannya untuk skema PPP, kemudian mempersiapkan finansial PPP serta transaksinya.

Ketiga, garansi pemerintah, keempat dukungan pemerintah, dan kelima, kerangka institusional beserta regulasinya.

Saat ini, pemerintah tengah berusaha untuk menghimpun dana non-APBN guna menutup kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur.

Pasalnya, berdasarkan data Bappenas, anggaran untuk pembangunan infrastruktur hingga 2019 mendatang diperkirakan mencapai Rp 5.000 triliun, sedangkan dana dari APBN plus BUMN hanya mampu membiayai 60 persen dari jumlah tersebut.

Masih ada Rp 2.000 triliun atau 40 persen yang tak bisa dipenuhi dengan APBN dan BUMN sehingga dibutuhkan skema PPP tersebut.

Selain dengan skema PPP tersebut, cara lainnya yang digunakan pemerintah untuk menutupi kekurangan anggaran pembangunan infrastruktur adalah dengan menyertakan dana-dana pensiun jangka panjang.

"Kami juga mau gerakkan lebih banyak dana-dana pensiun, baik dalam dan luar negeri karena selama ini dana pensiun hanya idle di bank dan diletakkan sebagai deposito atau surat utang negara. Padahal, dana jangka panjang ini sangat ideal untuk pembiayaan proyek jangka panjang seperti infrastruktur," kata Bambang.

Adapun dana pensiun utama yang digunakan adalah BPJS dan Taspen dan juga dana pensiun BUMN yang menurut Bambang kalau dikumpulkan akan memiliki jumlah tak sedikit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com