JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan yang menaungi properti asing, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 memiliki kekuatan legal hukum yang cukup untuk mengatur menjadikan properti asing
Namun bagi regulasi ini belum berjalan efektif di lapangan karena masyarakat tidak familiar dengan istilah Hak Pakai yang diberikan kepada warga negara asing (WNA) saat membeli properti.
"Kalau orang asing mau melepaskan Hak Pakai-nya rumah itu kan kalau mau jual harus ke WNI. Sementara WNI (Warga Negara Indonesia) sekarang ini dari sisi pembeli, hak pakai ini belum populer," ujar Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati saat Forum Group Discussion (FGD) "Kepastian Implementasi Kebijakan Kepemilikan Properti oleh Orang Asing", di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (31/10/2016).
Menurut Yati, perbankan sangat bergantung pada kepercayaan. Dengan demikian, setiap bertransaksi, perbankan selalu mempertimbankan bagaimana kondisi terburuk di kemudian hari.
Terkait properti asing, perbankan juga memiliki beberapa pertimbangan, antara lain saat pengalihan aset.
Dalam aturan tersebut, kata Yati, saat orang asing ingin menjual properti, tidak bisa dijual ke sesama orang asing kembali, namun harus ke WNI.
Karena Hak Pakai belum populer, maka dibutuhkan sosialisasi kepada pengembang, pembeli dan segala stakeholder untuk menyatakan atau memastikan Hak Pakai sama dengan Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kalau misalnya Hak Pakai kemudian WNA default, proses lelang harus melalui lelang negara yang artinya langsung dipikirkan negara, bagaimana hasil lelang sebagai kontrol perbankan sendiri?" tutur Yati.
Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 103 Tahun 2015 yang berisi tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Kemudian, pemerintah juga mengeluarkan Permen Agraria dan Tata ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 mengatur Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Dalam aturan ini, Hak Pakai akan diberikan saat orang membeli properti yang sudah memiliki status hak milik atau HGB. Notaris merupakan pihak yang membuat akta pemindahan hak, dan pejabat lelang membuat akta risalah lelang atas Hak Milik dan HGB.
Hak Pakai untuk rumah tapak ataupun rusun baru, diberikan 30 tahun, yang dapat diperpanjang 20 tahun dan diperbaharui lagi 30 tahun. Dengan demikian, total masa kepemilikan adalah 80 tahun.
Adapun untuk rumah tapak dan rusun di atas Hak Milik atau HGB yang sudah berjalan, maka Hak Pakai yang didapat adalah sisa jangka waktu berlaku HGB dan dapat diperpanjang 20 tahun dan diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.