JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke-13, pemerintah memangkas perizinan pembangunan perumahan untuk lahan-lahan di bawah 5 hektar.
Pengembangan rumah-rumah menengah atau untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memang dibangun dengan luas lahan di bawah 5 hektar.
Namun, saat ini, pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk memangkas perizinan untuk lahan di atas 5 hektar.
"Dulu inginnya semua (baik lahan di bawah atau di atas 5 hektar) tapi dipersempit karena butuh percepatan. Targetnya semua," ujar Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Jika dikatakan kebijakan ini menguntungkan pengembang komersial, Syarif mengaku tidak keberatan.
Pasalnya, menurut dia pengembang komersil juga sama-sama pengusaha Indonesia. Seperti juga pengembang rumah murah, pengembang komersil pun membayar pajak.
"Kita harus lihat secara utuh. Kalau memang (izinnya) tidak perlu, untuk apa dibuat. Karena investasi juga meningkat dan investor akan datang kalau perizinan mudah," jelas Syarif.
Ia menambahkan, penyederhanaan perizinan bukan berarti dihapus seluruhnya. Kalau memang butuh Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), misalnya, maka tetap dijadikan persyaratan bagi pengembang.
Namun, biasanya dalam rencana detail tata ruang (RDTR) atau rencana peruntukan lahan, suatu area sudah dilihat dari sisi aspek lingkungan.
Dengan demikian, Amdal tidak dibutuhkan lagi. Selain Amdal, RDTR juga sudah mencakup peruntukkan terhadap zonasi.
"Sepanjang pemerintah daerah sudah buat, untuk apa lagi (Amdal dan izin zonasi)," tutur Syarif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.