Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan Terkait Reklamasi Teluk Jakarta Harusnya di Tangan Menteri ATR/BPN

Kompas.com - 14/09/2016, 12:05 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan reklamasi di Teluk Jakarta untuk dilanjutkan atau ditinjau kembali seharusnya ada di tangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil bukan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim Luhut B Panjaitan.

Pasalnya, apa yang terjadi di Teluk Jakarta merupakan konflik tata ruang yang di dalamnya juga melibatkan konflik perundangan, antara warga dan pemerintah, antar-lembaga pemerintahan, serta antara investor dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Akibat dari konflik itu sangat luas karena menyangkut pembangunan dengan daya dukung di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur), kepastian berusaha, kepastian hukum dan kepastian hidup layak bagi warga. Belum lagi risiko Teluk Jakarta menjadi toilet terbesar di dunia.

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro menuturkan penilaiannya terkait keputusan pemerintah melalui Menko Maritim yang memberikan izin untuk melanjutkan kembali kegiatan reklamasi Teluk Jakarta kepada Kompas.com, Rabu (14/9/2016). 

"Menko Maritim cukup memonitor dan mengoordinasi menteri-menteri yang terkait Reklamasi Teluk Jakarta," ujar Bernie, sapaan akrab Bernardus.

Dia melanjutkan, Menteri ATR/Kepala BPN seharusnya sejak awal pro-aktif melibatkan diri karena urusan reklamasi sangat terkait tata ruang.

"Pada periode lalu, menteri lama tidak mengambil bola ini. Sekarang, seharusnya Sofyan Djalil mengedepankan pemecahan masalah ruang secara komprehensif," imbuh Bernie.

Hal ini sesuai dengan mandat Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007, bahwa Menteri ATR/Kepala BPN adalah pemangku utama urusan Tata Ruang.

Selain itu juga ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2011 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang nasional (BKPRN). 

Kedua regulasi ini mengatur kewenangan tata ruang dan penyelesaian konflik ruang (conflict reaolutions), baik ruang darat, laut dan udara.

Sayangnya, kata Bernie, tumpang tindih antara peraturan yang menata perencanaan baik kawasan darat, pesisir dan laut, kadung terjadi. 

Belum lagi, isu bahwa Kementerian ATR/BPN akan membubarkan BKPRN. Sebaiknya ini ditinjau secara serius.

Bahwa BKPRN selama ini tumpul dan hanya memberikan sebatas rekomendasi pada kasus-kasus reklamasi yang lalu, perlu segera merekonstruksi dan memperbaiki perannya.

Menurut Bernie, BKPRN harus berani memutuskan urusan tata ruang, termasuk peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta dan Perpres Jabodetabekjur demi pencapaian target-target proyek prioritas pemerintah.

IAP, kata Bernie, mengapresiasi keputusan pemerintah memberikan izin dilanjutkannya kembali kegiatan reklamasi. Karena reklamasi sudah tertera dalam RTRW, rencana detail tata ruang (RDTR), dan Peraturan Zonasi DKI.

"Secara perencanaan, dengan menjadi peraturan daerah (perda), maka rencana reklamasi adalah dokumen sah negara. Namun, pelaksanaan reklamasi harus merupakan pilihan akhir usaha revitalisasi dan regenerasi kota," tandas Bernie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com