Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disangsikan, Klaim Pemerintah soal Penurunan "Backlog" Rumah

Kompas.com - 22/08/2016, 21:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penurunan backlog perumahan menjadi 11,4 juta pada 2015 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) patut dipertanyakan dari segi siapa yang membangun rumah.

Baca: "Backlog" Turun, Pemerintah Harus Penuhi 6,8 Juta Rumah hingga 2019

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/8/2016).

"Ini harus diinformasikan kepada masyarakat bagaimana cara penghitungannya, dan apakah rumah yang dibangun selama periode 2010 sampai sekarang itu oleh masyarakat atau pemerintah," jelas Panangian.

Publikasi angka backlog tersebut memberikan gambaran bahwa jumlah ketimpangan kebutuhan perumahan turun sebanyak 2,1 juta unit sejak data 13,5 juta rumah dilansir pada 2010 silam.

Jumlah itu menurut Panangian masih mungkin terjadi apabila rumah yang masuk data BPS dibangun sendiri oleh masyarakat tetapi akan sangat tidak mungkin jika itu dibangun pemerintah.

Berkaitan dengan hal itu, Panangian mengibaratkan seseorang memiliki kavling kemudian membangun rumah tanpa KPR, maka hal tersebut tidak bisa diklaim pemerintah sebagai salah satu usahanya.

"Jadi kalau data penurunan ini terjadi karena masyarakat membangun sendiri saya masih percaya tapi kalau pemerintah mengklaim itu nggak masuk akal karena mereka hanya mampu membangun 200.000 sampai 300.000 unit rumah per tahunnya," tambah dia.

Meski begitu, Panangian yang telah mengamati sektor perumahan rakyat selama 32 tahun belum bisa memberikan angka pasti terkait backlog perumahan di Indonesia.

Oleh sebab itu, Panangian menyarankan kepada BPS agar melihat lagi angka penurunan backlog perumahan di Indonesia terutama terkait dengan program sejuta rumah.

"Kalau diihat dari kondisi moneter saat ini dengan daya beli yang rendah rasanya tidak mungkin ada pembangunan rumah sebesar itu sehingga turunnya backlog ini harus dilihat lagi oleh BPS," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com