Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DP Rumah Dihapus Berisiko Ciptakan "Bubble" Properti

Kompas.com - 18/07/2016, 13:06 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana menghapus uang muka atau down payment (DP) rumah yang diusulkan Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, menyusul rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan loan to value (LTV) menjadi 80 persen pada Agustus nanti dinilai terlalu berisiko.

Baca: Catat, MUlai Agustus DP Rumah Turun

Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede hal tersebut terlalu berisiko dan berpotensi mencipatakan gelembung atau bubble properti yang pada akhirnya membahayakan kestabilan sistem perbankan.

Terlebih, rasio kredt macet atau non performing loan (NPL) NPL cenderung dalam tren meningkat saat ini.

Hal ini juga berpotensi meningkatkan risiko kredit ke depannya seandainya aturan LTV dilonggarkan kembali hingga 100 persen.

"Tentu saja BI akan terus mengkaji aturan LTV tersebut sekiranya masih juga belum dapat mendorong permintaan kredit," ujar Josua kepada Kompas.com, Sabtu (16/6/2016)7

Namun, kata dia, kembali lagi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial belum akan optimal jika dari sisi permintaannya sendiri yakni daya beli masyarakat masih lemah.

Pengecualiannya mungkin untuk kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi khususnya untuk rumah dengan luas di bawah 70 meter persegi, di mana memang masih terjadi backlog antara pasokan dan permintaan.

"Kondisi yang saya lihat di lapangan adalah masyarakat lebih mengurangi pola konsumsinya  dan cenderung untuk menabung," ucap Josua.

Karena itu, dia berharap banyak pada kebijakan tax amnesty yang akan bergulir Oktober nanti akan menggairahkan kembali investasi di sektor proeprti.

Kendati demikian, dari sisi perbankan yang masih lemah likuiditasnya tetap akan menghadapi risiko missmatch . 

Bahkan, bank yang agresif mebiayai KPR pun akan menghadapi risiko yang sama yakni miss match antara liabilitas dalam jangka pendek dan KPR yang cenderung bertenor panjang.

"Terlebih di tengah kondisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang rendah, melemahkan likuiditas," pungkas Josua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com