Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPh Final 3 Persen Memberatkan Pelaku Ekspor Jasa Konstruksi

Kompas.com - 19/05/2016, 23:46 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan pajak penghasilan (PPH) final sebesar tiga persen pada pelaku ekspor jasa konstruksi dinilai menghambat daya saing Indonesia dengan negara lain.

"Menurut kita, pajak final itu kurang kondusif untuk pengembangan industri konstruksi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan menganggap tiga persen dari nilai kontrak itu terlalu berat," ungkap Sekretaris Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Zali Yahya, di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Kamis (19/5/2016).

Aturan tersebut dikenakan terhadap pendapatan perusahaan jasa konstruksi. Menurut Zali, penetapan PPH final itu kepada profitnya dan kalau dikatakan sebagai PPH final maka besaran tidak sebesar tiga persen.

AKI sendiri menurut Zali telah menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terkait hal tersebut, namun hingga saat ini belum ada yang berubah.

"Kalau perusahaan bertumbuh memiliki profit, industrinya kuat, maka daya saingnya kan jadi tinggi. Sehingga tujuan besarnya untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri akan lebih mudah tercapai," jelasnya.

Ketetapan tersebut semakin berat dirasakan para pelaku ekspor jasa konstruksi. Selain PPH final, mereka masih harus diwajibkan membayar pajak di negara mereka melakukan jasa konstruksi.

Hal itu lantas membuat banyak pelaku jasa konstruksi enggan melakukan ekspansi ke mancanegara.

Dari 151 anggota AKI, hanya 10 kontraktor yang melakukan ekspor jasa konstruksinya.

"Bukan hanya BUMN karya, tapi juga swasta. Nusa Karya Engineering, NKI, Multistruktur, Jaya Konstruksi dan Yasa juga pernah main (ekspor)," sebut Zali.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib bahkan meminta Kementerian Keuangan memberikan semacam penghargaan bagi perusahaan konstruksi yang berhasil melakukan ekpor jasa konstruksinya.

"Pajak ganda ini memang berat, jangan sampai di luar negeri mereka sudah kena pajak, di sini juga kena pajak lagi. Apabila negara kita bisa memberikan insentif kan itu lebih baik lagi karena beberapa negara sudah menerapkan itu," tandas Yusid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com