Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/04/2016, 08:33 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Reklamasi selalu mengundang kontroversi. Bahkan, sejak abad ke 17, pembangunan pulau rekayasa ini senantiasa memantik pendapat pro dan kontra.

Jadi, meskipun sudah jamak dilakukan di negara-negara dunia macam Singapura, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Jepang, kontroversi itu akan selalu ada.

Apa sejatinya manfaat bila pembangunan pulau buatan baik di Teluk Jakarta, Teluk Benoa Bali, maupun Pantai Losari Makassar, jadi dilaksanakan?

Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro, manfaat reklamasi di kota-kota dunia macam Singapura, Dubai, dan New York adalah antara lain untuk penyediaan lahan bagi kawasan perkotaan baru. 

"Mereka menyediakan lahan bagi kawasan perkotaan baru ini karena dipicu keterbatasan ruang di darat," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Senin (4/4/2016). 

Sementara bagi Jakarta, Bernardus melihat upaya reklamasi didorong karena anggapan ongkos pembangunan di laut lebih murah.

Daripada menciptakan ruang pembangunan baru di daratan yang jauh lebih mahal akibat terlalu birokratis, harga tanah tak terkendali, serta banyak masalah sosial seperti kawasan kumuh dan penghuni liar.

Namun demikian, kata Bernardus, reklamasi seharusnya menjadi pilihan terakhir, dan jangan dilakukan karena kesan mudah untuk memecahkan masalah kelangkaan lahan atau sulit mencari areal pertumbuhan baru di darat.

Karena itu, kota-kota seperti Jakarta, Makassar, dan Teluk Benoa, harus mencari solusi dalam konteks metropolitan yang lebih luas.

Artinya, para pengelola kota atau pemimpin daerah harus melihat kota dalam sistem yang lebih luas, dan berkaitan dengan daerah sekitar, Jadebotabek (Jakarta, Depok, Bogor, Tamgerang, dan Bekasi) di Jakarta, Maminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar) di Makassar, dan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) di Bali.

"Kepulauan kita begitu luas dan banyak. Reklamasi biayanya mahal, tanahnya labil dan memerlukan waktu sangat lama untuk bisa stabil. Bangunan tinggi yang akan didirikan menjadi biaya tinggi karena fondasi yang mahal," tutur Bernardus.

Belum lagi dampaknya bagi lingkungan sekitar, berubahnya iklim lokal karena perubahan bentang daratan, masalah biodiversitas dan berkurangnya hutan mangrove.

Bernardus menyarankan, sebaiknya biaya reklamasi dipakai untuk memperbaiki kawasan kota yang kumuh, melakukan regenerasi perkotaan (urban regeneration) di beberapa bagian kota saat ini yang memang memerlukan peningkatan.

Pemerintah Provinsi Jakarta dan kota kota di Indonesia harus meningkatkan pelayanannya agar biaya birokrasi rendah.

"Reklamasi harsu menjadi pilihan terakhir Benahi dulu masalah perkotaan agar efisien dan efektif," tandas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com