JAKARTA, KOMPAS.com — Peristiwa tanah longsor yang menimpa bangunan Hotel Club Bali yang berlokasi di Perumahan Kota Bunga, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (9/3/2016) pagi, menyisakan tanda tanya.
Keheranan ini berdasar pada tata ruang hingga lahannya yang berkontur justru dijadikan area pengembangan hotel, properti komersial, dan perumahan. (Baca: Hotel Club Bali Bukan Milik Sinarmas Land)
Menurut pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, patut diduga bangunan hotel, properti komersial, dan perumahan di kawasan tersebut tidak mengacu pada tata ruang yang berlaku.
"Yang jadi masalah, apakah bangunan di sana mengacu tata ruang atau tidak. Kelemahan tata ruang bisa bersifat makro, dalam konteks belum ada rencana detailnya," ujar Yayat kepada Kompas.com, Kamis (10/3/2016)
Kemungkinan lainnya, kata Yayat, jika lokasi ini berada di tata ruang wilayah Jabodetabek dan termasuk area rawan longsor, seharusnya lokasi tersebut masuk kawasan lindung.
Artinya, tidak sembarangan gedung atau properti boleh dibangun di area ini apa pun peruntukannya. Pasalnya, kemiringan lereng sangat memengaruhi kontur tanah sehingga tanah mudah bergerak atau rawan longsor.
Jika memang ada rencana pembangunan, biasanya ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi. Namun, kata Yayat, atas dasar kepentingan bisnis, persyaratan ini kerap tidak dituruti.
"Masalahnya, mereka (pengusaha) sering memaksakan untuk membangun karena sudah beli tanahnya, kepentingan bisnis, kepentingan wisata, kawasan menarik dari pemandangannya," kata Yayat.
Menurut dia, pemerintah harus mengecek kembali apakah area tersebut memang wilayah yang memiliki tingkat kelerengan rawan longsor.
Selain itu, pemerintah harus memastikan apakah daerah ini masuk dalam kawasan lindung yang tidak boleh dibangun sembarangan.
Saksikan video ambruknya Hotel Club Bali di Cianjur: