Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Rakyat Bagai Buah Simalakama...

Kompas.com - 12/12/2015, 22:09 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Program Nasional Pembangunan Satu Juta Rumah merupakan salah satu program percepatan dari pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah rumah terbangun hanya sekitar 400.000 unit. Padahal, dari segi kebutuhan sudah mencapai 13,5 juta unit.

"Persoalannya ada dua, kemampuan masyarakat beli rumah sangat rendah, sementara pengembang pasang harga tinggi. Ini kan simalakama," ujar Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Syarif Burhanuddin, di Jakarta, Kamis (10/12/2015).

Dari sisi permintaan, kata Syarif, masyarakat yang tidak mampu beli rumah dihadapkan pada kesulitan pertama yaitu membayar uang muka.

Untuk itu, pemerintah harus melakukan deregulasi uang muka rumah dari 10 persen menjadi satu persen, dengan bunga cicilan 7,5 persen, dan dengan tenor panjang, yaitu 20 tahun.

Upaya-upaya ini, diharapkan bisa memudahkan masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, untuk mendapatkan hunian.

Sementara pada sisi pasokan, lanjut Syarif, pengembang lebih suka membangun rumah menengah ke atas.

Pasalnya, biaya untuk mengurus perizinan rumah murah dan menengah atas, sama saja. Dengan demikian, menurut pengembang, membangun rumah dengan segmentasi ini, lebih menguntungkan.

"Hampir semua izin tidak membedakan rumah murah atau rumah (kelas) atas. Untuk mengurus seluruh perizinan butuh waktu panjang, harga mahal, dan tidak pasti," jelas Syarif.

Dalam hal ini, tambah dia, intervensi pemerintah adalah mendorong pengembang agar mau membangun rumah murah, yaitu berupa kemudahan perizinan.

Syarif berharap, tahun ini juga, pemerintah bisa melahirkan Instruksi Presiden (Inpres), yang menyederhanakan 42 jenis perizinan menjadi 8 buah saja.

Dengan deregulasi ini, diharapkan permasalahan perizinan bisa memberikan kepastian baik waktu maupun biaya, sehingga pengembang mau membangun rumah rakyat secara masif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com