JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penggabungan lima wilayah, Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) kembali hangat diperbincangkan.
Bahkan, saat ini Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tengah mengusulkan rancangan undang-undang (RUU) terkait hal tersebut ke DPR RI.
"Visi penggabungan Jadebotabek itu RUU-nya sudah pernah dibuat oleh DPD, cuma kan tergantung keputusannya apakah akan menjadi usulan untuk dijadikan naskah RUU ke DPR atau tidak," jelas Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna, di Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Bukan hanya itu, Yayat juga mengungkapkan tindakan-tindakan dalam bentuk kegiatan juga sudah dilakukan.
Salah satunya adalah kegiatan penyusunan rencana induk sarana transportasi Jadebotabek yang sudah tertuang dalam peraturan presiden (perpres).
Misalnya, dalam konteks hirarki yang terkait dengan masalah tranpsortasi, penanganan sumber daya air, banjir, penanganan masalah tata ruang, penanganan perumahan atau masalah lingkungan.
"Jadi dengan lima sektor yang sama, itu yang diintegrasikan. Secara fungsional dia memang harus digabungkan," tegas Yayat.
Dampak
Penggabungan Jadebotabek bukannya tanpa akibat. Sebagai megapolitan terbesar kedua dunia setelah Tokyo, penggabungan Jadebotabek akan menimbulkan dampak positif dan negatif.
"Dampak positif yang kita bisa rasakan adalah akan lebih cepat lagi pelayanan yang sudah menyatu. Sudah bukan saatnya lagi kita menggunakan basis administrasi wilayah untuk mengelola Jabodetabek ini," terang Yayat.
"Pedesaan kan belum, artinya setiap kabupaten dan kota ada daerah-daerah yang sudah maju dan berkembang. Jadi mungkin yang disentuh lebih banyak pada wilayah perkotaan yang sudah jadi prioritas nah bagaimana yang belum? Itu jadi pertanyaannya," imbuhnya.
Dampak negatif lainnya adalah soal pembiayaan. Menurut Yayat, tiap daerah punya kemampuan pembiayaan berbeda.
Karena itu, pemerintah pusat memiliki peran penting dalam hal pemberian subsidi bagi daerah-daerah tersebut.
Tanpa subsidi, penggabungan wilayah Jabodetabek akan menjadi berat bagi mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.