Selain itu, tambah dia, kerusakan lingkungan di daerah Teluk Jakarta juga disebabkan oleh sebaran sedimentasi. Hutan mangroove di pesisir utara berfungsi untuk memfilter sedimen.
Berkurangnya jumlah tanaman mangroove menjadi perkotaan, mengakibatkan fungsinya tidak berjalan lagi. Menurut Alan, di Teluk Jakarta telah terjadi akumulasi logam berat sejak 1985. Peningkatan logam berat tersebut terus meningkat hingga tahun ini.
"Memang itu konsekuensinya membangun perkotaan. Itu belum dibangun reklamasi, konsekuensi setelah dibangun reklamasi bisa lebih parah," jelas Alam.
Berdasarkan simulasi yang dibuat oleh konsultan perairan dari Denmark, DHI, pola arus di dalam Teluk Jakarta cenderung kecil, sementara di luarnya kencang atau besar. Konsekuensi dari arus ini berpengaruh pada pencucian.
Alan melanjutkan, kawasan Teluk Jakarta memiliki mekanisme untuk mentralisir bahan-bahan pencemar. Begitu pencemaran masuk, teluk bisa mencucinya lagi.
Secara alami, Teluk Jakarta membutuhkan waktu lama untuk pencucian. Dengan adanya pulau buatan, proses mencucinya jadi semakin lama, yakni 13 hari. Bahan pencemar akan menumpuk disitu, termasuk logam berat.
"Yang tadinya singkat, pencucian limbah tidak bisa singkat dengan adanya reklamasi. Beda dengan sebelumnya, saat orang buang limbah, akan segera hilang," jelas Alan.