"Kami khawatir bantuan itu bakal tumpang tindih dengan bantuan tahun anggaran 2012, yang akhirnya bisa menimbulkan gejolak di masyarakat penerima bantuan. Kami minta kasus hukum terkait bantuan perumahan tahun anggaran itu (2012) dituntaskan dulu supaya tidak tumpang tindih dengan bantuan berikutnya yang akan dikucurkan oleh Menteri PUPR," kata
Ferdi di Jakarta, Minggu (11/10/2015).
Ferdi menyarankan dilakukannya audit investigasi atas program bantuan perumahan bagi MBR untuk tahun anggaran 2012. Menurut Laporan Hasil Audit sementara BPKP yang disampaikan pada 31 Maret 2015 lalu, dari nilai proyek sebesar Rp 65 miliar, kerugian negara yang ditimbulkan sudah sebesar Rp 25 miliar. Dari hasil akhir audit keseluruhan Program MBR 2012 itu kerugian negera diperkirakan bisa mencapai Rp 120 miliar.
Menurut Ferdy, KemenPUPR akan memberikan lagi tambahan bantuan Perumahan Layak Huni bagi MBR dan warga eks pengungsi sebanyak 984 kepala keluarga. Bantuan itu untuk melanjutkan Program Bantuan BSPS, padahal program BSPS adalah salah satu bagian dari Program MBR Derektif Presiden TA 2012 yang sampai saat ini masih menjadi persoalan hukum di tingkat Pengadilan Tipikor.
Rp 204 miliar
Salah satu wilayah perbatasan yang mendapat perhatian serius pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah Kabupaten Belu, NTT, sebagai wilayah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Pada era SBY, dalam rangka mempercepat program bantuan perumahan MBR, melalui Menteri Perumahan Rakyat RI kala itu, pemerintah mengadakan program Penyediaan Perumahan di Provinsi NTT Tahun Anggaran 2012 untuk Rumah Swadaya dan PSU Swadaya.
Bantuan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perumahan Rakyat RI Nomor 14 Tahun 2011, Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi MBR. Dana program bantuan khusus untuk Kabupaten Belu tersebut bersumber dari APBN dan tertuang dalam DIPA Kementerian Perumahan Rakyat RI No 0045091-01.1.1.01/22/2012, tanggal 29 Agustus 2012.
Pada tahun anggaran 2012, Kabupaten Belu telah menerima alokasi dana sekitar Rp 204 miliar. Namun, program bernilai Rp 204,5 miliar yang terdiri dari tujuh paket pekerjaan itu sampai saat ini tidak terlihat fisiknya di lapangan atau gagal total. Bahkan, menurut Ferdi, Satker, PPK, Konsultan, Kontraktor dan Supplier, telah ditetapkan sebagai tersangka dan untuk Paket Program Bantuan Stimulant Perumahan Swadaya (BSPS), sebesar Rp 44,8 miliar yang terdiri dari 2 (dua) Paket Pekerjaan.
"Sampai saat ini masih dalam proses hukum dan persidangan ditingkat Pengadilan Tipikor NTT, akibat dugaan Korupsi yang dilakukan oleh para pelaksana program," kata Ferdi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.