Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingkatkan Kualitas, Cara Lindungi TKI Hadapi Serbuan Asing

Kompas.com - 01/09/2015, 07:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), perlu dicermati sebagai peluang dan tantangan. Di satu sisi, tenaga kerja Indonesia (TKI) bisa bekerja sama dengan tenaga asing, namun, di sisi lain, harus bersaing dengan tenaga asing di negeri sendiri.

Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Indonesia Mohammed Ali Berawi mengatakan, Thailand berupaya melindungi tenaga kerja dalam negeri dengan membatasi tenaga kerja luar yang masuk.

"Untuk bisa masuk Thailand, insinyur dari Indonesia bisa melewati ASEAN. Namun saat di Thailand, mereka harus mendapatkan sertifikat kompetensi. Tesnya adalah dalam bahasa Thailand," ujar Ali saat Forum Group Discussion (FGD) Telaah Urgensi Rancangan Undang-undang (RUU) Arsitek dan RUU Jasa Konstruksi di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Indonesia sendiri sudah memperlihatkan upaya proteksi serupa. Pada Pasal 61 di dalam RUU Jasa Konstruksi, Ali menilai adanya semangat dari pemerintah Indonesia untuk memproteksi TKI yakni membatasi gerak tenaga ahli asing.

Di dalam pasal tersebut juga disebutkan bahwa jumlah TKI harus lebih banyak dibandingkan tenaga kerja asing. Ali mengusulkan untuk memakai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dengan menerapkan rasio 1:10 atau satu tenaga kerja asing berbanding 10 tenaga kerja lokal.

Meski begitu, menurut Ali, masalahnya kemudian adalah pada MEA, pemerintah sudah sepakat akan free flow and free movement. Artinya, pembatasan akan bertentangan dengan visi tersebut.

"Kalau MEA ini lex specialis, bagaimana memproteksi pangsa pasar di Indonesia, satu satunya cara adalah dengan sertifikasi dari Indonesia. Meningkatkan kualitas TKI. Ini yang cukup adil," jelas Ali.

www.shutterstock.com Ilustrasi.
Aturan pinalti pada kecelakaan kerja

Sementara itu, terkait masalah sengketa, Ali menambahkan, RUU Jasa Konstruksi juga harus mengatur tentang pemberian pinalti keuangan maupun waktu. Apalagi, terkait kecelakaan kerja yang menyebabkan pekerja meninggal dunia.

Dalam RUU tersebut diatur klaim asuransi untuk tenaga kerja yang mengalami kecelakaan mulai dari Rp 200 juta sampai Rp 5 miliar. Untuk hal ini, RUU sudah cukup baik karena mengedepankan keamanan kerja. Meski demikian, Ali mengusulkan perbedaan antara standar teknis dan keamanan.

Di dalam RUU, pemahaman standar keamanan masih bercampur dengan standar keselamatan. "Pertanyaannya sederhana, kalau seandainya proyek jalan, kemudian mati orang satu, gagal atau tidak proyeknya? Usulan kita, kalau bisa nanti selain ada standard safety, tolong dimasukkan standar teknis," jelas Ali.

Dengan demikian, lanjut dia, proyek harus memenuhi standar teknis dan standar keselamatan. Jadi jelas, kalau kualitas tekniknya tidak baik, bisa diperdebatkan walaupun keamanannya baik.

Begitu juga dengan pemenuhan standad keamanan yang jika gagal dipenuhi, bisa diperdebatkan, meski standar teknisnya terpenuhi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com