"Ini kesenjangan sosial, perlu pemikiran, bagaimana mengatasi ini. Saya punya pemikiran, kalau dunia sudah masuk information society, bisakah menggunakan informasi, untuk mengatasi masalah ini," ujar Mochtar.
Dia menjelaskan, usai Perang Dunia Kedua 1946, orang Amerika menemukan mikro elektronik. Kemudian, pengembangan masuk ke arah digital dan analog. Kedua teknologi ini pun menyambung dan memunculkan internet, mesin pengendali, dan temuan lainnya.
Sejak itu juga, lanjut Mochtar, manusia menemukan ultrasound dan teknologi imagi satu dimensi. Tidak lama kemudian muncul penemuan X-ray. Setelah itu, muncul temuan-temuan lain yang memudahkan pelayanan kesehatan. Tanpa informasi dan teknologi, pelayanan kesehatan tidak mungkin secanggih hari ini.
Mochtar melihat, kesenjangan pelayanan kedokteran seharusnya bisa ditingkatkan melalui teknologi informasi. Sayangnya, Indonesia yang memiliki 400 kota/kabupaten tidak dilengkapi dengan pelayanan kesehatan misalnya MRI, CT-Scan, radiografi, dan juga dokter atau profesor.
"Saya punya pemikiran dan rencana membangun e-medical center di setiap kabupaten. Alat-alat canggih dikirim ke pusat e-medical dan didiagnosa di Jakarta. Di situlah teknologi akan bisa mengatasi kesenjangan pelayanan kesehatan bagi rakyat," jelas Mochtar.
Dia berharap, hal ini bisa diwujudkan segera dengan mentransfer alat-alat kesehatan di rumah sakit umum daerah di Indonesia. Dengan begitu, pasien berkesempatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan maksimal tanpa harus bepergian jauh menuju kota besar.