Apartemen Murah untuk Pasangan Muda

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengingat harga lahan yang kian melonjak di Jakarta, harga properti pun ikut terdongkrak. Ketika harga properti sudah terlalu tinggi bagi segmen tertentu, maka timbullah titik jenuh.

Titik jenuh ini juga disebabkan karena proyek yang menjamur dan persaingan harga tidak terkendali lagi. Pasar properti yang jenuh ini juga tengah terjadi di Bintaro, Jakarta Selatan.

Marketing Director Megakarya Propertyndo Group, Ahmad Siddiq mengatakan ada cara yang bisa ditempuh pengembang dalam menyiasati pasar properti yang jenuh. "Fokus pada keinginan pelanggan. Sejauh ini, respon pasar masih positif, kira-kira terjual hampir 100 unit per bulan. Kalau dibilang sudah jenuh, tapi lebih bagaimana siasat pengembang," ujar Ahmad di Jakarta, Selasa, (28/7/2015).

Saat memulai proyek di Bintaro, kata Ahmad, peruasahaan melakukan analisis pasar. Hasilnya memang banyak proyek apartemen yang ada, hingga 6-7 proyek. Meski demikian, sampai saat ini penjualan masih positif. Dalam waktu dua bulan, sebanyak 250 unit terjual dari total 700 unit.

Sementara itu, potensi kenaikan harga Bintaro Pavillion juga masih ada yakni 10 persen. Pertama kali diluncurkan, untuk tipe studio dibanderol seharga Rp 270 juta. Sekarang, harganya Rp 295 juta atau hampir menyentuh Rp 300 juta. Dibandingkan dengan apartemen lain dengan tipe yang sama di Bintaro, harganya bisa mencapai Rp 400 juta.

"Sangat bersaing harganya. Oleh sebab itu, kami berikan win win solution, baik untuk investor atau penghuni. Harganya masih terjangkau dibanding kompetitior yang sudah lebih dari Rp 350 juta," jelas Ahmad.

Di samping itu, lanjut Ahmad, bagi investor, membeli unit untuk disewakan juga pasarnya bagus. Pasalnya, ada beberapa kampus di sekitar Bintaro Pavillion, yaitu Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN), Al-Azhar, dan Universitas Moestopo. Dengan penyewaan unit 8-10 persen dari harga jual, investasinya terbilang cukup menarik bagi pemilik unit Bintaro Pavillion.