Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PERBANKAN

BTN "Mencla-Mencle"...

Kompas.com - 06/07/2015, 16:18 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat perbankan Deni Daruri berpendapat, PT Bank Tabungan Negara Tbk (persero) atau BTN 'mencla-mencle'. Dia menilai BTN tidak fokus menjalankan fungsi dan perannya sebagai bank yang secara prudent membantu masyarakat memiliki rumah.

Padahal, menurut Deni, BTN merupakan bank dengan bisnis utama (core business) penyalur kredit perumahan rakyat (KPR) yang semestinya dapat membantu pemerintah mendorong percepatan Program Nasional Satu Juta Rumah.

"Karena tidak fokus itulah BTN kalah dibandingkan bank swasta nasional yang justru bisnis utamanya bukan KPR, dalam melakukan percepatan penyaluran KPR," ujar Deni kepada Kompas.com, Senin (6/7/2015).

Deni menambahkan, meskipun BTN tampil sebagai salah satu bank dengan kinerja yang lumayan kinclong dibanding bank lainnya, namun dalam melayani masyarakat kinerjanya masih tidak maksimal. Sebagai tambahan informasi, per Maret 2015, laba bank pelat merah ini tumbuh 17,9 persen menjadi Rp 402 miliar.

Jurus-jurus perbankan yang dijalankan para bankir BTN, lanjut Deni, belum cukup membawa bank ini memiliki daya kompetisi dengan bank lainnya. Sebut saja dengan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, sebagai bank yang fokus pada payment bank.

"BTN tidak punya nilai lebih dan daya kompetisi yang bagus hingga hari ini. Suku bunga masih tinggi, proses pengurusan penilaian kredit (appraisal) masih sangat lambat, kalah dengan bank lainnya meskipun standar operation procedure (SOP)-nya sama," beber Deni.

Dengan demikian, lanjut dia, BTN harus menerapkan strategi dengan konsep awalnya sebagai bank KPR. Caranya, BTN harus memberikan segala kemudahan bagi pemohon KPR, membangun sistem kerja efektif dan efisien sehingga proses penilaian KPR berjalan lebih cepat, serta menciptakan komposisi yang jelas antara KPR untuk masyarakat dan kredit komersial.

Sudah menjadi rahasia publik jika BTN sekarang lebih fokus memberikan KPR Komersial kepada pengembang-peengebang kakap dengan suku bunga istimewa.

"Selain itu, selama ini komposisi bisnis KPR BTN sangat tidak jelas. Saya tidak tahu apakah para pemegang saham ini sangat mudah diintervensi oleh para pengembang besar tersebut. Saya khawatir mereka mendapat bisikan dari pengembang besar sehingga pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komposisi KPR Komersial lebih banyak ketimbang untuk rakyat," cetus Deni.

Kembali ke khitah

Sementara itu, Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, mengatakan, sebagai salah dari tiga pilar utama pemerintah dalam mewujudkan Program Nasional Sejuta Rumah, BTN harus kembali kepada khitahnya sebagai BNK KPR.

"Jangan bermain di ranah komersial. Sebaiknya BTN fokus memperbaiki kinerja, layanan, dan sistem yang mumpuni agar semua masyarakat terlayani dengan baik. Bersama dengan Perum Perumnas, dan PT Pembangunan Perumahan (PP), BTN jadi tulang punggung pemerintah mewujudkan Satu Juta Rumah," ujar Jehansyah.

Dia menerangkan, selama ini ada banyak pasar potensial yang harusnya bisa menjadi perhatian BTN, yakni masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang non-bankable seperti petani, nelayan, dan pedagang.

Mereka selama ini sangat kesulitan untuk membeli dan memiliki rumah karena tidak punya rekening bank. Padahal penghasilan mereka bisa cukup untuk mencicil angsuran rumah. Hanya tidak memiliki akses perbankan saja mereka kemudian tidak teerlayani.

"BTN harus bangun jaringan dan sistem yang ramah calon nasabah di luar nasabah eksisting selama ini," kata Jehansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com