Ketua DPD REI Yogyakarta, Remigius Edi Waluyo, mengatakan, legalisasi kepemilikan properti oleh orang asing perlu dilegalkan. Hal ini untuk membantu meningkatkan pertumbuhan properti yang tengah lesu.
"Perlu dilegalkan. Asal ada batasan-batasannya, mulai dari harga, dan jumlah kepemilikan. Potensinya besar jika status kepemilikan mereka ditingkatkan," ujar Edi kepada Kompas.com, Selasa (30/6/2015).
Edi melanjutkan, potensi orang asing menggenjot pertumbuhan bisnis properti sangat besar. Pasalnya saat ini penjualan properti di semua subsektor mengalami perlambatan. Di Yogyakarta, harga jual stagnan, demikian halnya dengan tingkat penjualan yang terus menurun.
"Sudah enam bulan, harga jual rumah tipe 36, 45, dan 60 tidak mengalami kenaikan. Stuck di angka Rp 400 juta, Rp 500 juta, hingga Rp 600 juta," tambah Edi.
Edi mengharapkan, jika orang asing bisa membeli dan memiliki properti di Indonesia, bisa mendorong pasar lebih bergairah lagi. Para pengembang besar akan membangun properti untuk mereka dan aktif membuka kawasan baru, sementara pengembang menengah dan kecil akan mengikuti.
"Ini dampak ikutannya akan luar biasa. Para pengembang menengah dan kecil akan terus berproduksi karena pasar kembali bergairah," ucap Edi.
Hal senada dikatakan Ketua DPD REI Sulawesi Selatan, Raymond Arfandy. Menurut dia, kepemilikan warga asing atas properti jangan dipandang terlalu sempit.
"Kita tidak bisa menyamakan pasar asing dengan domestik. Segmennya tentu saja beda. Orang asing yang ada di Indonesia itu tidak sebanyak di Singapura, Thailand, atau Malaysia. Jadi, keran asing itu dibuka sajalah," kata Raymond.
Raymond melanjutkan, karena itu dia tidak setuju dengan pendapat Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit. Segmen pasar asing dengan segmen satu juta rumah yang merupakan program nasional, jelas berbeda.
Pasar asing tidak mungkin berisi rumah menengah ke bawah. Mereka, imbuh Raymond, harus diberikan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu jika ingin membeli dan memiliki properti.
Raymond mencontohkan, batasan atau syarat tersebut adalah pertama lokasi yang terbatas di Jakarta, Bali, Batam, dan destinasi wisata populer lainnya di Indonesia. Kedua, batasan harga termurah Rp 5 miliar. Ketiga, jenis properti, artinya orang asing hanya diizinkan membeli properti tertentu.
"Jenis bangunan ini dibatasi untuk hunian vertikal mewah. Dengan demikian, meskipun keran kepemilikan properti oleh orang asing dibuka, pasar kelas menengah bawah tidak akan terganggu," tutup Raymond.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.