Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Seken Dinamis, Tanda Bisnis Properti Belum Habis

Kompas.com - 28/06/2015, 04:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

SERPONG, KOMPAS.com - "Sekarang, jual rumah di pasar sekunder (seken) susah. Tidak bisa lagi mematok harga tinggi. Harus lihat situasi," ungkap Business Segment Manager Decorative Segment PT Jotun Indonesia, Victor Taslim, kepada Kompas.com, Kamis (26/6/2015).

Victor bercerita betapa berbedanya kondisi pasar properti sekarang dengan dua tahun lalu. Saat ini harga sudah terkoreksi tajam. Dia sempat menawarkan rumahnya di Serpong, Tangerang Selatan, untuk dijual seharga Rp 1,7 miliar tahun lalu. Namun sampai sekarang tak kunjung laku. Kalau pun ada yang berminat, taksiran harganya jauh di bawah ekspektasi, yakni Rp 1,2 miliar.

Menurut Victor, jika di pasar seken saja harga jual rumah jauh lebih rendah, bagaimana bisa menjual rumah dengan harga lebih tinggi di pasar pimer. Seharusnya, transaksi di pasar seken jauh lebih mudah karena pembeli akan mendapatkan keuntungan investasi dengan pertumbuhan harga lebih tinggi dibanding pasar primer.

Oleh karena itu, dia menyarankan pengembang untuk tidak terlalu menaikkan harga gila-gilaan di luar perhitungan normal. Sekarang, saat harga terkoreksi, seharusnya jadi momentum bagi pengembang untuk mengevaluasi strategi penjualan, konsep produk, dan segmen pasar.

"Setelah lonjakan harga tak masuk akal pada 2012, kini mulai tumbuh normal. Meskipun hanya 10 persen, tapi pasar lebih sehat," imbuh dia.

Betulkah menjual rumah di pasar seken demikian sulit?

Direktur PT Amazana Kencana, Thomas Go, mengatakan sebaliknya. Menurut dia, pasar sekunder masih dinamis. Kalau tidak, sudah lama bisnis properti habis.

Thomas kemudian mencontohkan fenomena yang terjadi di Serpong. Pasar seken dan sewa sama-sama aktif. Bahkan, pasar sewa bisa senilai 8 persen hingga 12 persen dari harga jual di pasar pimer.

"Pasar seken dan sewa di Serpong potensinya sangat besar. Komunitas pendidikan sebagai salah satu ceruk pasar, sudah terbentuk, dengan banyaknya perguruan tinggi yang mendirikan kampus di sini," papar Thomas, Sabtu (27/6/2015).

Selain itu, lanjut dia, banyaknya karyawan dan manajer yang berkantor di koridor TB Simatupang, dan Pondok Indah, Jakarta Selatan, mencari hunian di kawasan Serpong.

"Mereka adalah captive market proyek-proyek hunian baik reesidensial maupun apartemen yang dikembangkan di Serpong," ujar Thomas.

60 Persen

Thomas yang bersama Boediman Widjaja mengembangkan Amazana Serpong Residences, merasa tak khawatir dengan kecenderungan terkoreksinya harga properti. Menurut mereka, tingkat penjualan masih sesuai ekspektasi dan kenaikan harga juga berlangsung normal.

"Dari total 467 unit yang kami jual sejak Juli 2014, sudah terserap 60 persen hingga saat ini," buka Thomas.

Kendati pun dari jumlah apartemen yang terjual itu komposisi pengguna akhir (end user) dan investor masih berimbang 50:50, namun itu sekaligus mengisyaratkan bahwa pasar masih antusias terhadap produk baru.

Amazana Serpong Residences ditawarkan seharga Rp 370 juta untuk tipe studio ukuran 22 meter persegi, Rp 475 juta untuk satu kamar tidur dimensi 28 meter persegi, griya tawang Rp 1 miliar, dan unit small office home office (SOHO) senilai Rp 1,925 miliar ukuran 141 meter persegi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com