Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Bangun "Green Building"? Contohlah Gedung Kementerian PUPR

Kompas.com - 06/05/2015, 21:17 WIB
Arimbi Ramadhiani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau untuk mendukung aksi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Investasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rido Matari Ichwan mengatakan, peraturan ini diharapkan bisa membantu mengurangi masalah lingkungan yang terjadi akibat penggunaan sumber daya berlebihan.

"Kemudian bagaimana kita mengolah air-air yang ada di dalam (gedung) ini. Kalau memungkinkan menerapkan apa yang keluar tidak menjadi limbah yang memberatkan" ujar Rido di Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Secara terpisah, tambah Rido, beberapa gedung di Jakarta dan Indonesia sudah menerapkan konsep yang dikembangkan sendiri-sendiri. Namun tentunya, penerapan ini tidak terlepas dari melihat pengalaman beberapa negara yang lebih dulu mengimplementasikan konsep gedung hijau.

Sementara itu, kompleks gedung PUPR sendiri sudah mendapat sertifikat dari Green Building Council Indonesia (GBCI), sebagai gedung hijau yang hemat energi. Hal ini adalah sebagai salah satu bentuk dari tanggung jawab kementerian.

"Ini sangat membanggakan, karena kita berhasil membangun satu contoh. Kemudian saya sendiri terkejut kira-kira tahun lalu bank dunia datang untuk melihat gedung ini," kata Rido.

Dia menambahkan, konsep dasar gedung hijau bisa berpengaruh kepada teknologi atau produk-produk yang sudah ada di pasar. Pemerintah berharap, konsep ini bisa menunjang program gedung berkelanjutan secara spesifik atau sustainable development.

Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Adjar Pradjudi menegaskan, yang dimaksud dengan bangunan gedung hijau bukan berarti bangunan berwarna hijau.

"Jadi yang saya sampaikan masalah konservasi energi bagaimana menghemat air, energinya, daur ulang air bersih yang ada itulah diatur di dalam permen ini. Tentunya kalau soal bangunan gedung hijau ini aturan mainnya secara teknis, bangunan gedung plus plus, plus'nya apa, tapi bukan warnanya hijau," jelas Adjar.

Masyarakat perlu mengetahui bagaimana memberlakukan atau membangun gedung hijau dengan bertumpu pada pemrograman dan pelaksanaan teknisnya. Sampai nantinya harus dihancurkan dan tidak bisa berfungsi lagi, semua ada tata caranya. Contoh gedung seperti ini belum banyak, salah satunya adalah gedung Kementerian PUPR.

"Program dirancang dan dibangun, setelah itu difungsikan dan dimanfaatkan sambil kita tiap tahun dievaluasi sumber dayanya dipakai seperti apa. Pastinya mudah-mudahan sesuai dengan rencana, sehingga masih tetap seperti disampaikan, oleh GBCI masuk level apa," tutur Adjar.

Penerapan aturan permen ini, memang baru pertama kali diberlakukan. Namun, pemerintah akan secara rutin menyosialisasikan permen ini, terutama kepada Pemerintah Daerah yang nantinya akan mengawal penyelenggaraan pembangunan gedung di kabupaten dan kota masing-masing. Utamanya, kota-kota metropolitan atau kota besar yang pembangunan gedungnya lebih banyak.

Tujuan permen gedung hijau adalah supaya penghuni tidak hanya nyaman tinggal di bangunan tersebut dalam kurun waktu 3-4 tahun kemudian generasi berikutnya sudah habis energinya karena dieksplorasi terus menerus. Untuk itu, semua bangunan gedung perlu diatur sistem keberlanjutannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com