Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reklamasi Teluk Jakarta Harus Dikaji Ulang

Kompas.com - 19/03/2015, 19:30 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana reklamasi Teluk Jakarta dianggap masih membutuhkan kajian lebih mendalam terkait dampaknya terhadap ekosistem. Pemerintah perlu membuat rancangan tata kota dengan memperhatikan aspek ekosistem terdampak.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta, Stevanus Manahampi, mengatakan dalam perencanaan proyek reklamasi Teluk Jakarta, ekosistem yang akan terdampak akibat pembangunan memerlukan konservasi ataupun rehabilitasi.

"Pembangunan reklamasi ini kan pasti berdampak pada ekosistem sekitar. Jadi harus juga diperhatikan bagaimana menciptakan kembali atau mengonservasi ekosistem tersebut," ujar Stevanus ketika diwawancarai Kompas.com saat Design Week 3.1 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2015).

Menurut Stevanus, proyek reklamasi ini harus ditinjau dari struktur pulaunya. Pasalnya jika pulau belum sanggup diciptakan sebagai lahan komersial, pembangunan properti sebaiknya tidak dilakukan.

"Harus lihat dari struktur pulaunya, sudah settling down atau belum. Kalau belum maka bangunan properti jangan dulu didirikan di pulau reklamasi tersebut. Bangunan punya beban sendiri juga yang akan memberatkan posisi pulau. Jangan sampai nanti desain properti tidak sesuai dengan struktur reklamasi. Kita harus belajar dari Kansai International Airport di Jepang,” lanjut Stevanus.

Senada dengannya, Pakar Hukum Lingkungan Hidup, Asep Warlan, mengatakan pembangunan reklamasi Teluk Jakarta perlu ditinjau ulang lewat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Masyarakat juga harus dilibatkan dalam penentuan peraturan dari sisi lingkungan hidup untuk suatu wilayah strategis.

“Perlu adanya partisipasi publik untuk melihat apakah tepat pembangunan reklamasi. Hal ini bisa ditinjau lewat KLHS yang komponennya terdiri dari masyarakat terdampak, masyarakat pemilik informasi atau keahlian, serta yang memiliki legal standing. Dari KLHS itu baru kita bisa menentukan apakah pembangunan reklamasi Teluk Benoa diperlukan atau tidak,” ujar Asep.

Menurut Asep, ada dua kemungkinan yang bisa ditarik dengan adanya pembuatan KLHS. Pertama, Pembangunan reklamasi akan ditunda atau diperbaiki. Kedua, pembangunan reklamasi bisa dibatalkan akibat alasan pengrusakan lingkungan hidup.

“Ada dua kemungkinan dengan adanya pembentukan KLHS, yaitu diperbaiki/ditunda atau bahkan dibatalkan. KLHS ini kan produk hukum objektif yang diperlukan dalam pembangunan suatu kawasan strategis,” tandas Asep.

Asep melanjutkan, pembentukan KLHS ini merupakan dasar penetapan sebelum nantinya masuk ke berbagai izin yang akan diberikan atas pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta. Menurutnya bila KLHS ini diabaikan, pembangunan akan timpang karena tidak diikutsertakannya partisipasi publik.

“Ini sebagai landasan awal ketetapan sebelum masuk ke Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Lingkungan, hingga sampai ke Izin Kegiatan. Pemerintah tidak bisa menghiraukan (partisipasi publik). Lagipula untuk keseluruhan izin sebenarnya juga perlu partisipasi publik,” tutur Asep.

Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau akrab disapa Ahok, telah mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi proyek Pluit City.

Izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau G (Pluit City) tersebut dituangkan dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera.

Dengan dikeluarkannya izin pelaksanaan reklamasi tersebut, PT Muara Wisesa Samudera, entitas anak PT Agung Podomoro Land Tbk, mulai dapat melaksanakan kegiatan reklamasi Pulau G (Pluit City).

Ada pun pelaksanaan reklamasi yang dimaksudkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta tersebut, terbatas pada pembangunan tanggul penahan, pengurugan material dan pematangan lahan hasil reklamasi untuk pembentukan pulau baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com