Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama Kontrol Pemerintah Lemah, Kasus Mirip Kalibata City Bakal Melonjak

Kompas.com - 04/03/2015, 22:15 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

KOMPAS.com - Permasalahan yang terjadi pada rumah vertikal atau apartemen dengan status kepemilikan unit (rusunami), seperti pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rusun (P3SRS), dan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) diperkirakan bakal terus meningkat selama 2015.

Seperti konflik terbaru antara P3SRS dengan pemilik dan penghuni Kalibata City. Konflik ini merupakan yang pertama terjadi pada tahun 2015. Selama pengawasan pemerintah dalam meminimalisasi permasalahan apartemen strata hak milik masih sangat lemah, maka kasus-kasus tersebut akan sering muncul dan bertambah seiring banyaknya apartemen baru yang beroperasi.

Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Indonesia (Apersi), Ibnu Tadji, menjelaskan pengawasan pemerintah sebagai regulator dan instansi teknis dalam pengelolaan rusunami masih belum dilaksanakan secara optimal. Padahal, pembangunan rusunami sendiri semakin didorong oleh pemerintah untuk mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog).

“Persoalan rusunami seperti status kepemilikan unit, pembentukan P3SRS, dan IPL ini semakin meningkat seiring pembangunannya yang didorong untuk mengurangi backlog. Tapi hal ini tidak dibarengi dengan peran pemerintah dalam mengendalikan dan mengawasi pengelolaan rusunami. Ini kan menjadi hal yang sangat timpang,” ujar Ibnu saat dihubungi Kompas.com  di Jakarta, Rabu (04/03/2015).

Menurut Ibnu, peran pemerintah sebagai pengendali dan pengawas pengelolaan rusunami sebenarnya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun). Meski begitu, belum ada pergerakan signifikan untuk menjalankan peraturan tersebut.

“Masalahnya, UU Rusun ini belum dijalankan secara konsekuen oleh pengembang dan pengelola rusunami. Bantuan pemerintah sebagai pengendali juga tidak ada. Alhasil, akan banyak kasus-kasus baru dalam pengelolaan rusunami karena melihat persoalan lama terkesan aman,” lanjut Ibnu.

Untuk mengatasi masalah tersebut, tambah Ibnu, pemerintah harus segera membuat peraturan yang solutif menyelesaikan permasalahan pengelolaan. Menurutnya, penting diadakan pelaksanaan Peninjauan Kembali (Judicial Review) terkait UU Rusun.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berfungsi sebagai regulator. Kalau bisa buat peraturan baru mengenai pengelolaan rusunami. Saya pikir penting untuk melakukan Judicial Review terkait beberapa pasal yang membuat pengembang memiliki hak istimewa dalam mengelola rusunami,” tuturnya.

Selain itu, pembentukan satuan tugas untuk mengawasi pengelolaan rusunami juga patut dibentuk. Menurut Ibnu, pembentukan satuan tugas merupakan implementasi fungsi pengawasan pengelolaan rusunami oleh pemerintah yang paling mungkin dilakukan.

“Himbauan dan sosialisasi dari pemerintah saat ini bukan lagi cara yang tepat untuk melakukan pengawasan pengelolaan rusunami. Perlu dibuat satuan tugas yang lebih nyata dalam melakukan pengawasan,” tandas Ibnu.

Sebelumnya diberitakan, penghuni Kalibata City terpaksa mengirimkan surat aduan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (20/2/2015),  setelah aksi damai penolakan kenaikan IPL pada 14 Februari lalu tidak ditanggapi oleh badan pengelola sementara (BPS).

Kenaikan tarif IPL dan sinking fund 2015 yang ditetapkan BPS dianggap sangat signifikan. Terlebih keputusan kenaikan tarif IPL tersebut dilakukan sepihak oleh BPS tanpa melibatkan penghuni Kalibata City.

Penghuni mengaku tidak pernah diajak berdialog dan hanya menerima pemberitahuan melalui SMS dan surel pada 7 Januari 2015 bahwa pembayaran IPL dengan tarif baru akan jatuh tempo pada 15 Januari 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com