Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skema KPR Bersubsidi Perlu Dikaji Ulang

Kompas.com - 29/01/2015, 22:16 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Skema cicilan Kredit Pemilikan Rumah dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP) yang diterapkan dalam pembelian properti hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saat ini dianggap kurang efektif.

Pasalnya, model tersebut hanya bisa menyentuh masyarakat berpenghasilan tetap. Sedangkan untuk masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap atau informal, pengajuan KPR LFPP memakan waktu yang lama.

Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Maryono mengakui, meski KPR FLPP sektor informal sudah berjalan, masyarakat berpenghasilan tidak tetap masih kesulitan mendapatkan kredit tersebut. Hal ini disebabkan penghasilan mereka sulit diukur dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan tetap.

“Masyarakat berpenghasilan tetap lebih mudah dan cepat terukur karena memiliki penghasilan bulanan. Sedangkan yang informal ini butuh konfirmasi. KPR subsidi kan harus melihat pendapatan maksimumnya. Masyarakat informal butuh waktu lama untuk diteliti pendapatannya, bisa satu tahun,” ujar Maryono saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) DPP dan DPD Real Estat Indonesia (REI), di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (29/1/2015).

Senada yang dikemukakan Pengamat Ekonomi Aviliani, model cicilan KPR yang diterapkan saat ini perlu dikaji ulang, sebab 70 persen masyarakat Indonesia yang berada pada sektor informal masih kesulitan membayarnya.

“Model cicilan sekarang itu harus dikaji ulang. Sebanyak 70 juta masyarakat Indonesia itu berada pada sektor informal. Pendapatan mereka di tiap daerah juga berbeda-beda. Ini tentu saja memberatkan masyarakat yang membutuhkan rumah. Petani itu baru bisa bayar cicilan kalau panen. Pendapatan mereka tak sesuai dengan model KPR yang sekarang ada,” jelas Aviliani.

Oleh karena itu, menurut Aviliani, pemerintah harus bekerjasama dengan pihak pengembang serta bankir untuk merumuskan model cicilan yang lebih ideal. Dengan begitu, program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah akan bisa berjalan dengan baik.

“Pemerintah, pengembang, dan bankir coba merumuskan model cicilan yang lebih ideal. Soalnya pendapatan per kapita mereka kan berbeda-beda. Kalau tidak seperti itu, masyarakat informal tidak akan pernah mendapatkan rumah sampai kapan pun,” lanjut Aviliani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com