Demikian dipaparkan mantan Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Dradjat Hoedajanto kepada Kompas.com, Rabu (7/1/2014). Menurut dia, banyak pelaksana konstruksi belum memahami hal tersebut.
"Sebagian pelaksana konstruksi ada yang nakal, ada yang tidak mengerti, dan sebagainya. Kalau pemilik atau pengembang nakal minta agar gedung semurah mungkin, maka potensi masalah menjadi dominan. Ditambah lagi, kalau proses detail diserahkan pada mandor," papar Drajat.
Dia melanjutkan, jika potensi kuatnya gempa tersebut tidak diperhatikan dalam pembangunan, hampir dipastikan gedung-gedung akan mudah mengalami kerusakan, bahkan mungkin ambruk. Selain pelaku konstruksi, pemerintah daerah selaku pemberi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga bertanggung jawab. Selama ini, Pemda seringkali mengeluarkan surat tersebut tanpa adanya peninjauan lebih lanjut.
"Sumber daya manusianya kurang. Untuk meninjau, orangnya tidak cukup. Padahal, meninjau itu lebih berat daripada membangun dari nol," kata Dradjat.
Ia menjelaskan, tidak hanya IMB, namun pemerintah juga bertanggung jawab meninjau pemberian izin perpanjangan fungsi bangunan. Hanya, masalahnya, sistem administrasi belum tertata baik dan tidak hanya mengandalkan retribusi dalam mengeluarkan izin-izin bangunan, seperti Serfikat Laik Fungsi.
"Seharusnya gedung ditinjau ulang. Bangunan secara fisik masih bagus atau tidak. Itu kan terlihat dari data saat menyerahkan IMB," sebut Dradjat.
Saat peninjauan itulah, tambah dia, Pemda harus memperhatikan apakah gedung tersebut sudah mengacu pada peraturan baru, misalnya SNI 03-1726-2012. Jika belum, Pemda wajib menahan izin fungsi gedung tersebut, karena berpotensi membahayakan penggunanya.
Baca juga: Waspada, 75 Persen Bangunan di Jakarta Berpotensi Roboh!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.