Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Infrastruktur, Pemerintah Harus Jadi "Contracting Agency"

Kompas.com - 01/11/2014, 12:58 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Merealisasikan konsep pembangunan infrastruktur tol laut yang terintegrasi dengan infrastruktur darat, bukan perkara mudah. Selain membutuhkan dana besar, juga seperangkat peraturan yang mengikat lembaga pelaksana terkait serta kehendak bersama untuk menyelesaikannya.

Pasalnya, pembangunan infrastruktur sarat tantangan baik dalam proses pra-konstruksi terutama berkaitan dengan penyediaan lahan dan perizinan termasuk persetujuan masyarakat dan pemangku kepentingan, dalam proses konstruksi, dan pendanaan.

Menurut Executive Vice President PT Indonesia Infrastructure Guarantee Fund, Emil Elestianto Dardak, sejauh ini masalah cukup banyak didominasi isu pra-konstruksi, baik untuk proyek infrastruktur yang dibiayai APBN/APBD maupun proyek swasta. Demikian halnya dengan proyek infrastruktur yang dijakankan dengan skema kerjasama pemerintah-swasta (KPS).

"Banyak proyek KPS yang terkendala terutama saat proses penyiapan proyek agar layak untuk jadi tujuan investasi. Pasalnya, paradigma pemerintah belum berubah. Pemerintah masih menganggap sebagai licencing agency sekaligus spending agency. Padahal perubahan paradigma sangat diperlukan untuk menyegerakan pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pemerintah harus menjadi contracting agency," tutur Emil kepada Kompas.com, Jumat (31/10/2014).

Dengan menjadi contracting agency, tambah Emil, pemerintah terlibat secara langsung baik pada saat pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi. Pengkajian ulang mengenai proyek prioritas, terutama Kawasan Timur Indonesia, yang kini dilakukan Presiden Joko Widodo, kata Emil, sah-sah saja. 

"Namun, pendekatan high growth corridor juga perlu dilakukan, agar ada lokomotif perekonomian di Indonesia. Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia, seharusnya didorong sebagai upaya meningkatkan sinergi agar high growth corridor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah lainnya di Indonesia," kata Emil.

Emil menuturkan, secara terminologi sebetulnya rencana pemerintah SBY dulu melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) terkait infrastruktur justru mendorong pengembangan koridor darat yang akan memaksimalkan potensi industri dan sumber daya alam serta pertumbuhan kota di sepanjang high growth corridor tersebut dengan pendekatan terpadu antara strategi proyek infrastruktur dengan strategi proyek investasi industri dan perdagangan.

"Intinya memastikan tersedianya infrastruktur dan bagaimana infrastruktur tersebut digunakan," timpal Emil.

Dia menjelaskan, mengubah MP3EI bisa saja, namun paradigmanya harus diperbaiki dulu. Terlebih, Indonesia akan menghadapi kompetisi global yang makin intensif ke depan. Termasuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pemerintah harus menggenjot pembangunan di high growth corridor seperti Sumatera. 

"Pembangunan infrastruktur Trans Sumatera sejauh ini sudah ada kerangka pengembangannya, dan potensi pulau ini masih banyak sekali yang belum dielaborasi. Ke depannya justru Sumatera memiliki peran penting dalam poros maritim sebagai gerbang pelabuhan utama di jalur pelayaran strategis Selat Malaka, untuk kemudian menjadi hub dan distributor ke pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia, sesuai dengan konsep tol laut," ujar Emil.

Keberadaan Trans Sumatera, kata Emil, akan sangat penting untuk mendukung efektivitas hub pelabuhan ini karena perlu ada dukungan skala ekonomi yang signifikan bagi efektifitas sebuah hub port. Dengan konsep jalan tol, maka sebagian dari biaya penyediaan dapat dipulihkan melalui biaya pengguna tol, dan dengan penunjukan BUMN yang murni dimiliki pemerintah, potensi kenaikan lalu lintas dari pengembangan wilayah akan menjadi manfaat investasi yang sepenuhnya dinikmati pemerintah dan masyarakat. 

"Wilayah Barat mungkin lebih cocok untuk pendekatan KPS, di mana partisipasi APBN dapat diutamakan untuk mendorong lebih banyak investasi swasta di infrastruktur. Sebaliknya, untuk wilayah Timur, terutama yang sifatnya perintis, wajar jika digunakan atau didominasi oleh partisipasi APBN. Oleh karena itu, keseriusan pemerintah dalam mendorong KPS menjadi sangat penting agar pembangunan di wilayah barat maupun timur dapat terwujud," pungkasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com