Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Tuntut Pemprov DKI Jakarta Hapus Regulasi Tumpang Tindih

Kompas.com - 27/08/2014, 17:02 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Rudy Margono memprotes beberapa ketentuan yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberatkan pengembang dan juga konsumen.

Ketentuan tersebut antara lain diwajibkannya pengembang sebagai pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun umum sebesar 20 persen dari total luas lantai proyek komersial yang telah dibangun. Peraturan ini tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2011. Di sisi lain, Pemprov juga menyeluarkan peraturan yang hampir tumpang tindih, yaitu SK Gubernur DKI Jakarta No. 540 Tahun 1990 dan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1934 Tahun 2002.

SK Gubernur tersebut memungkinkan pengembang yang sudah memegang Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) mengonversi kewajibannya membangun rumah susun murah atau rumah susun sederhana dengan dana sebesar 20 persen.

"REI DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan peninjauan terhadap peraturan-peraturan daerah yang sesungguhnya sudah turut diatur dalam peraturan-peraturan di atasnya. Sehingga ada kepastian hukum bagi pengembang rusun. Kami berharap, di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama persoalan ini bisa jelas dalam waktu dekat," ujarnya usai membuka Musyawaran Daerah DPD REI DKI Jakarta, kepada Kompas.com, Rabu (27/8/2014).

Persoalan kedua adalah peraturan membangun rumah susun milik (rusunami) dengan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) terbatas. Terbatasnya KLB sangat disayangkan karena harga tanah saat ini sudah begitu tinggi. Belum lagi, ada kenaikan harga bahan bangunan.

"Kami dari REI menganggap ini cukup memberatkan dan pada gilirannya akan membebani konsumen. KLB terbatas menjadikan harga properti mahal, hingga warga DKI tidak akan mampu memiliki rumah," imbuhnya.

Selanjutnya, Rudy menggarisbawahi masalah yang menyangkut soal perpajakan. Tantangan yang harus dihadapi pengembang adalah kenaikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Meski menyadari bahwa langkah ini diambil untuk meningkatkan pendapatan daerah di sektor pajak, namun Rudy juga meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang.

"Idealnya, pengembang dikenakan sesuai pemanfaatan KLB-nya," ujar Rudy.

Persoalan terakhir yang disampaikan Rudy adalah denda SP3L (Surat Persetujuan Penunjukan Penggunaan Lokasi/Lahan). Rudy menuntut penghapusan denda SP3L.

Untuk keluhan yang terakhir tersebut, Pemprov DKI punya jawabannya. Kepala Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, Gamal Sinurat mengungkapkan bahwa SP3L akan dihapuskan.

"Yang terkait SP3L, termasuk bentuk perizinan. Di daerah lain bernama izin lokasi. Pada kenyataannya, dalam perjalanan waktu, ini bermasalah. Banyak menimbulkan ekses negatif hingga pimpinan merasa ini perlu ditinjau kembali. Kesimpulan sementara, SP3L akan kita hapuskan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com