Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Tipis dan Mentalitas Hidup Sederhana ala Jepang

Kompas.com - 26/08/2014, 14:52 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com - Rumah tipis bukanlah ide baru. Selama berabad-aba, banyak arsitek telah merancang sejumlah bangunan mungil atau lebih tepat tipis selama berabad-abad. Tren yang berkembang untuk rumah mikro di perkotaan, yang umumnya jarang melebihi 30 meter persegi, kini memicu munculnya tren baru rumah-rumah mungil.

Upaya menemukan ruang baru di tengah kota yang sempit, penduduk kian padat, serta tanah semakin mahal juga membuat bangunan mikro ini makin dan lebih menarik bagi orang-orang yang berjuang untuk menemukan lahan dan membangun rumah sendiri. Di London saja, tahun lalu nilai tanah naik lebih dari 13 persen.

"Ada begitu banyak tekanan yang membuat orang memanfaatkan lahan kecil menjadi ruang yang panjang dan tipis," jelas arsitek Inggris Jack Woolley, yang menangani proyek-proyek rumah selebar 3,2 meter di London.

"Sempitnya itu malah membuat rumah-rumah ini malah tampak begitu istimewa," katanya kepada Dezeen.

www.dezeen.com Untuk membuat layout fungsional dalam bangunan-bangunan Jepang yang sempit, para arsitek cenderung membuang koridor dan menata kamar secara berurutan.
"Masalah paling sulit diatasi adalah sirkulasi," tambahnya.

Preseden buruk itu berulang untuk jenis-jenis hunian yang banyak ditemukan di kota-kota padat penduduk seperti Jepang. Di negara ini, "rumah-rumah tipis" yang kerap disebut sebagai tempat tidur belut atau sarang, biasanya memiliki lebar antara dua sampai lima meter.

Skeptis

Untuk membuat layout fungsional dalam bangunan-bangunan Jepang yang sempit, para arsitek cenderung membuang koridor dan menata kamar secara berurutan.

"Orang Jepang jarang memiliki mentalitas untuk menemukan estetika dalam keterbatasannya," Satoshi Kurosaki, yang perusahaannya Tokyo Apollo Arsitek & Associates telah menyelesaikan puluhan tempat tinggal di seluruh Jepang.

"Di Tokyo dan kota-kota Jepang lainnya, sebagian besar lahan terbatas dan sangat padat, dan ukuran 'kecilnya' itu selalu ada dalam kehidupan sehari-hari," kata arsitek.

"Memiliki ruang terbatas mendorong kami mengembangkan teknik detail dan melahirkan gaya hidup baru," tambahnya.

www.dezeen.com Kunci untuk proyek-proyek seperti itu adalah menghindari berpikir tentang sempit atau mungil sebagai faktor negatif dan memperlakukannya sebagai kesempatan untuk menjaga hal-hal begitu sederhana dan rapi.
Salah satu contoh yang paling ditiru adalah rumah sempit Tadao Ando Row House, yang selesai dibangun pada 1973. Selebar lebih dari tiga meter, bangunan tersebut menampilkan sebuah kesederhanaan tanpa kompromi yang kemudian menelurkan ratusan replika di seluruh negeri.

Kurosaki mengatakan, kunci untuk proyek-proyek seperti itu adalah menghindari berpikir tentang sempit atau mungil sebagai faktor negatif dan memperlakukannya sebagai kesempatan untuk menjaga hal-hal begitu sederhana dan rapi.

"Dalam kasus rumah sempit, Anda akan banyak menggunakan kata tidak boleh dimasukkan ke dalam rumah," katanya.

"Membagi ruang ke kamar kecil adalah mungkin, tetapi tidak untuk memisahkannya. Kami pastikan, bahwa satu ruang diatur agar selonggar mungkin. Kami harus menciptakan perbedaan tingkat dan kesenjangan pada ketinggian langit-langit. Menciptakan ruang kosong seperti atrium cenderung membuat ruang lebih besar. Itu kuncinya," tambahnya.

www.dezeen.com Kunci untuk proyek-proyek seperti itu adalah menghindari berpikir tentang sempit atau mungil sebagai faktor negatif dan memperlakukannya sebagai kesempatan untuk menjaga hal-hal begitu sederhana dan rapi.
Dapatkah keberhasilan tipologi di Jepang itu terulang di negara-negara lain? Kurosaki mengaku skeptis. Ia percaya, hal semacam ini akan selalu dibatasi oleh kebiasaan budaya penduduk yang sangat bervariasi di negara-negara lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com