Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"DFHousing", Cara Baru Mendapatkan Rumah Impian

Kompas.com - 04/08/2014, 17:59 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah tinggal di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Karena itu, jalan keluar untuk menemukan hunian terjangkau semakin mendesak.

Di tengah kesulitan pemerintah menyediakan perumahan rakyat, memaksa masyarakat kelas menengah mulai bergerak sendiri. Salah satu bentuknya adalah DFhousing yang digagas arsitek Mande Austriono.

 
Ketika dihubungi Kompas.com, Senin (4/8/2014), Mande mengungkapkan bahwa DFhousing yang berkonsep CoHousing dengan sistem urun dana (crowdfunding). Konsep ini sudah terbilang sukses berjalan di tempat lain, salah satunya, Amerika Serikat. Hanya, lewat DFhousing, Mande  memodifikasi beberapa hal.  
 
"Mengenai konsep CoHousing yang sudah berjalan, menurut saya paling berhasil adalah di AS. Di negara ini, CoHousing merupakan salah satu dari program pemerintah untuk mengatasi masalah permukiman. Di AS, masyarakat dapat mengajukan lahan ke pemerintah setempat yang kemudian apabila dinyatakan lahan tersebut tidak bermasalah, dapat mengajukan untuk membangun sebuah perumahan berbasis CoHousing dengan bantuan dana dari bank negara," jelas Mande.
 
Mande menambahkan, sejauh yang sudah dia temui di internet, setidaknya ada 50 kompleks CoHousing di AS. Masyarakat yang turut ambil bagian dalam perumahan berbasis CoHousing kemudian membuat asosiasi resmi dan portal Cohousing.org untuk berbagi informasi. Masyarakat bisa saling belajar mengenai perkembangan dan pengelolaannya.
 
CoHousing ala Indonesia
 
Mande menyebutkan bahwa konsep Cohousing terbilang mirip dengan program yang sudah dilakukan Jokowi-Ahok lewat Rumah Deret. Jadi, konsep ini sebenarnya bukan konsep asing yang belum teruji efektivitasnya.

Hanya, untuk ide CoHousing yang dicetuskannya, Mande mengaku tidak bisa menggunakan istilah CoHousing, melainkan DFhousing. Lagipula, apa yang Mande tawarkan merupakan salah satu jalan keluar hunian terjangkau bagi masyarakat kelas menengah. DFhousing yang juga bukan sebuah gerakan sosial. 

 
Peserta DFhousing masih perlu mengikuti skema kredit pemilikan rumah (KPR), membayar uang muka, dan membayar cicilan rumah. Peserta DFhousing pun perlu membayar fee untuk jasa arsitek dan pengembang.

Kendati mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, namun sangat pantas bila dibandingkan dengan keuntungan yang akan diterima pemilik rumah, yaitu lingkungan yang sesuai keinginan. Peserta bisa memilih lingkungan sendiri, desain rumah bisa sesuai keinginan, lebih hemat ketimbang membeli rumah jadi, dan bisa memiliki tetangga yang familiar. 

 
"Sebenarnya, kalau dibilang gerakan, mungkin lebih ke arah 'crowdfunding' kali ya, karena project ini memang tidak akan bisa berjalan apabila calon penghuni yang berminat tidak mempunyai uang untuk mendanainya," ujar Mande.
 
DFhousing dideskripsikan sebagai perumahan berkonsep CoHousing pertama di Indonesia yang diinisiasi oleh studio kreatif berbasis arsitektur, DFORM. Dengan kata lain, DFhousing merupakan cara baru memiliki rumah. Berbeda dari klaster perumahan pada umumnya, calon pemilik rumah punya lebih banyak keleluasaan. 
 
"DFhousing bukanlah sebuah cluster perumahan yang lazimnya ditawarkan oleh pengembang. Di sini, calon penghuni dapat menentukan lokasi di mana mereka ingin tinggal, berapa besar luas lahan yang diinginkan, bahkan apa saja jenis fasilitas yang mereka harapkan untuk dimiliki pada kompleks mereka," tandas Mande.
 
DFORM kemudian memfasilitasi dan menawarkan desain serta perencanaan bagi para calon penghuni rumah. Mande sendiri bergerak sebagai koordinator proyek.
 
Masyarakat yang tertarik dengan DFhousing bisa mengisi formulir yang sudah disediakan dalam Dfhousing.dform.co. Masyarakat yang ingin bergabung harus berumur antara 25 hingga 45 tahun saat proses pengajuan KPR, punya biaya untuk menyiapkan uang muka, dan biaya untuk menyicil rumah pada bank. 

Berawal dari pengalaman pribadi
 
Menurut Mande, ide DFhousing ini berawal dari pengalaman pribadinya sendiri. Kesulitan mendapatkan hunian dengan harga terjangkau menjadi pemicunya mencari jalan keluar lain. Pada titik inilah, Mande "bertemu" dengan konsep CoHousing.
 
"Ide awalnya kenapa saya menggunakan konsep CoHousing ini adalah ketika saya sudah mulai mencari rumah dan melihat bahwa harga-harga di pasaran lumayan relatif mahal untuk penggunaan material yang sebenarnya biasa saja. Saya sendiri merupakan seorang arsitek, sehingga kurang lebih tahu berapa biaya untuk pembangunan sebuah rumah. Hal tersebut membuat saya berpikir untuk mencari solusi lain bagaimana 'ngakalin' berbagai biaya lain-lain yang timbul akibat membeli rumah di developer hingga ketemulah saya dengan konsep CoHousing," ungkap Mande.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com