Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Jodoh untuk BTN....

Kompas.com - 13/05/2014, 12:24 WIB
KOMPAS.com - Rencana Bank Mandiri mencaplok Bank Tabungan Negara (BTN) menjadi kabar yang seru dinikmati di dua pekan terakhir, di tengah-tengah isu koalisi partai politik. Bagaimana tidak, bank terbesar di negara ini berencana membeli yang sama-sama masuk bank kakap Tanah Air.

Sayangnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono buru-buru meng-cut rencana yang diusulkan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. Rencana itu seakan menutup tirai di tengah "pertunjukkan" yang sedang seru-serunya, dan pembahasan akuisisi tersebut mulai dipelajari lebih banyak kepala. (Baca: "Akuisisi BTN Batal").

Melalui Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Presiden mengirim surat edaran kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, serta manajemen Bank Mandiri dan BTN. Para menteri diminta tidak mengeluarkan pernyataan atau rencana kebijakan yang dapat meresahkan masyarakat. (Baca: Stop... Hanya Presiden yang Bisa Menghentikan Akuisisi BTN!).

"Pembahasan akuisisi ini harus ditunda sampai ada penjelasan yang komprehensif," ujar Dipo.

Jadi, rencana tersebut tak ditolak mentah-mentah. Hanya, menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, proses akuisisi tetap harus melewati Komite Privatisasi.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.18/2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan, anggota tim ini adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan menteri teknis terkait persero menjalankan kegiatan usaha. Tim privatisasi akan mempelajari, mengunyah, menimbang-nimbang, lalu hasilnya akan diputuskan dalam sidang kabinet.

Dahlan Iskan, Menteri BUMN yang mengajukan rencana konsolidasi perbankan pelat merah tersebut, tak bisa menutup penyesalannya. Dia menilai, negara kehilangan momentum mengkonsolidasikan perbankan sebelum Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai tahun depan. Dahlan membantah tidak memiliki kajian lengkap mengenai rencana akuisisi itu.

Seksinya BTN

Siapa yang tidak mengenal BTN? Meski tak akrab kenalan, masyarakat umum bisa mengidentifikasi bahwa BTN sebagai bank yang bisa membantu rencana pembelian rumah lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Bukan karena bank lain tak menyalurkan kredit ini, tapi BTN menjadi satu-satunya bank yang fokus pada bisnis KPR.

Bisnis KPR dinilai seksi, mengingat kebutuhan akan rumah atau properti tak ada matinya. Di iklim yang sehat, harga properti juga akan terus naik sehingga selalu diperhitungkan sebagai instrumen investasi. Inilah potensi besar di balik BTN yang membuat bank ini diminati bank kakap lain.

Sejatinya, rencana Bank Mandiri mengakuisisi BTN itu sendiri merupakan isu lama. Pada 2005, Direktur Utama Bank Mandiri ketika itu, Agus D Martowardojo, sudah mengajukan rencana membeli BTN. Kemudian pada 2008, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga mengutarakan minatnya untuk meminang BTN pada Kementrian BUMN.

Namun, tak ada yang tahu sejak kapan Kementrian BUMN serius membuka potensi akusisi dan merger di bank BUMN. Kalau kita sedikit menengok ke belakang, pada Februari lalu, out of blue, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali menyuarakan keinginan meminang BTN pada seorang pejabat di kementrian.

Kemungkinan besar, itu triger Kementrian BUMN memulai potensi perjodohan BTN. Tak hanya menghitung potensi mengkawinkan BRI-BTN, kementrian juga menghitung potensi BTN disandingkan dengan Bank Mandiri.

Hasilnya lebih terlihat jelas. Kementrian BUMN yang menilai, BTN yang kurang kompetitif karena aset dan modal yang tak terlalu besar, akan berkembang jika disandingkan dengan Bank Mandiri. Apalagi, Bank Mandiri memiliki keunggulan di beberapa area yang tak dijagokan BTN, yaitu kemampuan menjaga beban biaya, mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) atau simpanan masyarakat. Hitung-hitungan ini tertuang dalam Kajian Internal, Usulan Restrukturisasi BUMN Perbankan: Konsolidasi Demi Negeri.

Dalam kajian ini, Kementrian BUMN menilai tiga aspek untuk menghitung untung-rugi penyatuan Bank Mandiri-BTN. Pertama, aset dan penyaluran kredit. Kedua, penghimpunan dana. Ketiga, penghimpunan dana.

Halaman:
Baca tentang
Sumber Kontan
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com