Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sumber Alam-Garden of Water, "Rebranding" Rasa Kampung Asli Garut

Kompas.com - 25/02/2014, 16:07 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com - Hanya 100 meter dari Jalan Raya Garut, Sumber Alam-Garden of Water dipagari pemandangan alam menakjubkan. Di balik resor ini, Gunung Guntur seolah menjadi latar belakang nan sempurna.

Penataan lanskapnya pun begitu apik. Bahkan, semakin cantik dengan panorama warna-warni bunga teratai yang tumbuh di balong-balong sehingga menciptakan suasana lingkungan asri dan menyejukkan.

Berada di lahan seluas 2,7 hektar di kawasan Cipanas, Garut, Jawa Barat, Sumber Alam-Garden of Water adalah resor yang memang dikelilingi balong atau kolam ikan penuh ikan air tawar dan bunga teratai cantik. Resor ini memiliki sumber air panas alami melimpah dan mengandung larutan belerang yang bermanfaat bagi kesehatan.

Ada 71 unit atau jenis penginapan berbentuk rumah panggung di resor ini, yaitu Bungalow, Vila,
Pondok Kelapa, Kawung, Sweet room, Deluxe room, Junior sweet, serta Babakan Siluhur. Beratap ijuk dan rumbia, serta memiliki teras "mengapung", semua penginapan itu dibangun di atas balong berair panas. Sepintas, rupa penginapan-penginapan itu mencerminkan desain arsitektur kampung tradisional Cipanas.

Direktur Sumber Alam-Garden of Water, Rahmat Syukur Maskawan, Sabtu (22/2/2014), mengatakan bahwa sebelumnya Sumber Alam-Garden of Water dikenal dengan Kampung Sumber Alam. Ayahnya, Dr H Maskawan Mustofa, mendirikan resor ini pada 1970.

Syukur menuturkan, ayahnya melihat adanya sumber air panas melimpah ruah di Garut dan bisa dimanfaatkan untuk menyehatkan masyarakat. Berbekal rasa kepeduliannya itu, lanjut dia, timbul gagasan Mustofa mendirikan klinik fisioterapi yang dilengkapi penginapan bagi pasien dari luar kota. Pada 1980, seiring berjalannya waktu, klinik tersebut akhirnya berubah menjadi tempat peristirahatan.

"Awalnya, luas resor ini hanya 3200 meter. Sekarang, sudah 2,7 hektar. Semua dibangun satu persatu, secara rigid. Ada yang jual lahan kami beli, kemudian kami bangun. Begitulah seterusnya," tutur Syukur.

M Latief/KOMPAS.com Beratap ijuk dan rumbia, serta memiliki teras
Syukur mengakui, membaiknya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya daya beli
masyarakat menjadi berkah yang ikut dinikmatinya dengan mengembangkan Kampung Sumber Alam. Persaingan bisnis pun semakin ketat.

"Kami tidak tinggal diam. Kami berusaha menata ulang resor ini. Langkah pertama kami lakukan adalah menyempurnakan trade mark-nya menjadi Sumber Alam-Garden of Water. Karena, resor ini memang dikelilingi balong atau kolam-kolam ikan, lengkap dengan bunga teratai cantik," ujar Syukur.

Inovasi

Syukur mengaku, kesuksesannya menjual Kampung Sumber Alam terletak pada konsep "kampung". Mulai bentuk arsitektur, pemandangan dan obyek wisata, hingga kuliner di resor ini ia sajikan dengan rasa "kampung", yaitu apa adanya seperti di kampung Cipanas, Garut, ini.

"Prinsipnya, apa yang ada di rumah, itulah yang kami kami sajikan kepada tamu. Inilah konsep 'kampung' kami ini. Sederhana sih, tapi orang suka," ujar Syukur.

Namun, menurut Syukur, rebranding dari Kampung Sumber Alam menjadi Sumber Alam-Garden of Water adalah tuntutan zaman. Untuk itu, ia juga harus bisa memasukan semua nuansa tradisional di resor ini hidup berdampingan dan saling mengisi dengan modernitas. 

"Teknologi, misalnya internet, harus bisa digunakan lancar di sini. Ke depan kami ingin supaya orang bisa booking secara online. Sekarang belum bisa," katanya.

M Latief/KOMPAS.com Direktur Sumber Alam-Garden of Water, Rahmat Syukur Maskawan, Sabtu (22/2/2014), mengatakan bahwa sebelumnya Sumber Alam-Garden of Water dikenal dengan Kampung Sumber Alam. Ayahnya, Dr H Maskawan Mustofa, mendirikan resor ini pada 1970.
Syukur mengakui, pesatnya industri MICE juga memaksa dirinya berinovasi. Namun, bukan dengan membabi buta membangun fasilitas menginap tambahan demi meraup okupansi wisatawan. Pasalnya, tahun lalu okupansi resor ini mencapai 74 persen. Syukur mengakui, angka itu sedikit di bawah target, yaitu 75 persen.

"Kami hanya ada 71 unit. Kalau penuh dan tidak daftar jauh-jauh hari, kami tidak bisa apa-apa. Tapi, seperti saya katakan, kami juga tidak lantas membangun lagi penginapan baru untuk memenuhi kebutuhan itu, tapi berinovasi dengan produk lain," kata Syukur.

Project Manager Sumber Alam-Garden of Water, Chamim Rusdi, menambahkan bahwa inovasi yang dimaksud Syukur adalah menyiapkan unit berbeda, bukan menambah unit yang sudah ada. Inovasi itu adalah membangun Sibentang Private Villa yang dijual sebagai produk
investasi dan Sipipir Private MICE Resort.

"Sibentang itu kami bangun karena melihat persaingan pasar di pariwisata itu tinggi sekali, termasuk di Jawa Barat. Untuk itu, kami yakin bahwa diferensiasi itu penting sebagai keunikan. Kami tak mau menambah unit yang ada di sini, takut orang bosan, sehingga kami bikin unit berbeda di lokasi ini. Turis suka dengan arsitektur Bali, kami mau ambil desain itu, tapi jualan utama kami tetap air panasnya," kata Chamim.

Rencananya, tutur Chamim, pihaknya akan membangun Sibentang dengan 10 unit yang masing berbeda suasananya. Di unit Mawar, misalnya. Begitu masuk ke ruangan, pengunjung akan langsung mencium aromaterapi mawar.

M Latief/KOMPAS.com Tahun lalu okupansi Sumber Alam-Garden of Water mencapai 74 persen. Angka itu sedikit di bawah target, yaitu 75 persen.
"Sibentang sedang dalam proses pembangunan dan target kami selesai pada bulan Maret 2015 nanti. Tapi, kami perlu trial error hingga 3 bulan lamanya. Kami jadikan Sibentang semacam hunian klaster, bukan lagi hotel atau vila seperti Sumber Alam, ini akan lebih ekslusif. Persis kondotel, tapi tidak berbentuk angunan vertikal," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com