Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Reklamasi Eko Atlantic City Mengundang Kontroversi

Kompas.com - 24/01/2014, 16:12 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Seperti halnya Jakarta, kota pesisir pantai Lagos, di Nigeria, tak pernah absen dari banjir dan menanggulanginya dengan reklamasi. Oleh karena itu, pemerintahnya berupaya membuka peluang bagi sektor swasta untuk menata kawasan pantai dengan merancang kota pantai bertaraf internasional lengkap dengan Great Wall of Lagos (benteng laut).

Bukan sembarang kota pantai, melainkan mengacu kepada Hongkong, dengan rencana pembangunan pulau besar-besaran membentang lebih dari sepuluh kilometer. Kota di atas pulau buatan tersebut dirancang dapat menampung lebih dari 250.000 orang dengan struktur jalan memadukan gaya Champs Élysées Paris dan Fifth Avenue New York.

Pendek kata, Lagos masa depan adalah kota impian dengan pasokan listrik dan air melimpah, dilengkapi transportasi massal, pengelolaan limbah dan keamanan duapuluh empat jam. Megaproyek yang bertajuk Eko Atlantic City itu diklaim World Bank Nigeria sebagai masa depan Hongkong-nya Afrika.

Agar tidak tergerus erosi dan banjir, Lagos dikelilingi oleh Great Wall of Lagos berupa penghalang arus laut yang terbuat dari 100.000 ton blok beton. Dengan demikian, Eko Atlantic City akan menjadi kota yang berkelanjutan, bersih, hemat energi dengan emisi karbon miminal, banyak lapangan kerja, menawarkan kemakmuran dan lahan baru untuk Nigeria serta berfungsi sebagai benteng dalam memerangi perubahan iklim.

Hanya, realita ternyata sulit berkompromi dengan rancangan di atas kertas. Pasalnya,  Lagos dikenal sebagai kota besar terpadat di Afrika, minim lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi negatif. Hampir 100 dari 170 juta penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari 1 dollar AS per hari.

Sementara Eko Atlantic City adalah masa depan yang baru akan dimulai dengan visi kantong-kantong hijau diprivatisasi untuk orang-orang ultra kaya, dikelilingi oleh daerah kumuh yang kekurangan air atau listrik. Pulau buatan tersebut, dituding aktivis lingkungan setempat, Nnimmo Bassey, hanya akan menutup mata pencaharian nelayan dan orang miskin Makoko, serta yang lebih parah dapat memicu perubahan iklim ekstrim.

"Eko Antlantic City justru memperlebar jurang kemiskiman dan upaya permanen politik diskriminasi apartheid. Mereka yang tinggal di Eko Atlantic City ini dilindungi uang, senjata, keamanan, dan parit yang dalam di masing-masing propertinya," imbuh Bassey.

Jikapun megaproyek Eko Atlantic City tetap dikembangkan, Bassey mengusulkan pemerintah untuk menata perkampungan kumuh Makoko yang didiami sebanyak jumlah penduduk Eko Atlantic.

Karya arsitek ternama Nigeria, Kunle Adeyemi, berupa sekolah dengan struktur mengapung di Makoko djadikan contoh penataan perumahan kumuh oleh Bassey. Struktur terapung yang terbuat dari kayu ini sangat murah dan didukung oleh satu tong plastik daur ulang, ditopang olah panel surya untuk pencahayaan. Sementara struktur atap miringnya dimaksudkan untuk dapat menampung air hujan semaksimal mungkin. Sedangkan toilet komposnya dibangun untuk memecahkan kebuntuan masalah sanitasi yang mengerikan.

Bassey berpikir permukiman mengambang adalah salah satu cara untuk membantu pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat kurang terlayani di seluruh garis pantai Nigeria. "Ini adalah struktur yang sesuai dengan lingkungan, mudah untuk meniru dan sesuai dengan gaya hidup masyarakat, dan sensitif terhadap tantangan kenaikan permukaan laut. Ini akan membantu menciptakan apa yang kita butuhkan," ujar Bassey.

Baik Eko Atlantic City maupun revitalisasi Makoko, ini digerakkan oleh visi yang sangat berbeda, bahwa kita harus berbagi ketimbang menimbun, mengurangi ketimpangan bukan meningkatkannya, dan mendorong ketahanan setiap orang daripada melarikan diri dari yang terburuk. Bahwa kebutuhan yang paling rentan, bukan keinginan yang paling kaya, harus menjadi titik awal dari upaya untuk benar-benar memerangi krisis iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com