Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Cara Tepat Cegah dan Kendalikan Banjir!

Kompas.com - 18/01/2014, 15:38 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai upaya yang telah dilakukan guna mencegah terjadinya banjir memang sudah dilakukan. Termasuk pembuatan kanal banjir, waduk, pembangunan pompa air, normalisasi sungai dan lain sebagainya.

Namun, upaya tersebut menjadi nihil, bila Tata Ruang Kota tidak dikendalikan. Dalam arti, obral perizinan membangun di daerah resapan dan konservasi air masih terjadi, belum lagi abai terhadap pelanggaran pemanfaatan lahan dengan komposisi 70:30 sesuai Undang-undang 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.

Pemerhati DAS dan Tata Ruang yang juga Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Geografi FMPA Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono, mengemukakan, cara tepat mencegah dan menanggulangi (bila banjir kadung terjadi), adalah memahami dan mengimplementasikan konsep Tata Ruang Kota secara menyeluruh.

"Pemerintah, baik Provinsi maupun Kota harus menindaklanjuti regulasi UU No 26/2007 dengan penjabaran terperinci melalui Peraturan Daerah Kawasan Lindung. Pemprov dan Pemkot harus mengalokasikan 30 persen ruang terbuka hijau (RTH) dan sekian persen untuk fasilitas. RTH ini berupa lahan yang dapat menghasilkan oksigen. Bisa ditanami pohon atau rerumputan. Pokoknya bebas beton. Sekitar 60 sampai 70 persen, dialokasikan untuk pembangunan," jelas Tarsoen kepada Kompas.com, Sabtu (18/1/2014).

Setiap persil (hak tanah), lanjut Tarsoen, harus diawasi secara ketat pemanfaatannya dan porsi 30 persen RTH. Selain RTH, pemilik persil harus bersedia membuat biopori atau sumur resapan. Jika tidak diawasi, persil tersebut berpotensi berubah menjadi beton seluruhnya.

"Porsi pemanfaatan persil 70:30 adalah konsep ideal. Hanya, masalahnya di Jakarta, lebih dari 90 persen wilayahnya telah ditutup beton. Akibatnya, air hujan yang turun serta limpahan air dari kawasan hulu yang disertai lumpur dan sampah, tak dapat ditampung. Mudah ditebak bila banjir terjadi setiap musim penghujan. Nah, wilayah lain yang masih memiliki RTH luas, harus mengawasi pemanfataan lahan secara ketat," urai Tarsoen.

Jadi, Tarsoen melanjutkan, Pemprov dan Pemkot bisa menempuh cara-cara efektif. Selain upaya-upaya tersebut di atas, mereka juga harus secara tegas merelokasi warga yang tinggal di perumahan formal dan non-formal di bantaran sungai. Setelah bebas permukiman, bantaran sungai tersebut harus dikembalikan kepada fungsinya semula dan kemudian diperkuat dengan tanggul serta ditanami berbagai pohon.

"Ingat, pembangunan tanggul bukan dengan cara dipancang. Karena kalau dipancang berpotensi jebol akibat kuatnya luapan air. Tanggul-tanggul tersebut akan mengalirkan air menuju kawasan yang lebih rendah dengan lebih lancar," imbuh Tarsoen.

Langkah berikutnya adalah membuat sodetan sungai-sungai yang melintasi wilayah kota. Untuk kasus Jakarta, kata Tarsoen, sodetan sungai Ciliwung bisa dilakukan di Grogol, Pesanggrahan, Muara Karang dan Mookevart (Cengkareng).

"Bentuk kerjasama muatualisme dengan PDAM. Jadikan sodetan tersebut lebih bermanfaat. Sodetan Ciliwung berpotensi dapat menampung 900 juta kubik per tahun, sementara Grogol dan Pesanggrahan sebanyak 760 juta kubik per tahun. Air yang ditampung ini bisa didistribusikan kembali ke wilayah-wilayah lain seperti Serpong, Cinere, atau Cilandak," urai Tarsoen.

Sementara itu, aksi pengurangan air Ciliwung dari hulu bisa disalurkan ke sungai Cisadane. Untuk hal ini, Pemprov DKI juga harus menjalin kerjasama strategis dengan Pemkot Tangerang dan Tangerang Selatan.

Dengan demikian, air luapan dan banjir yang menggenangi Jakarta akan berkurang secara drastis. Sudah begitu, air bersih dari hasil pengelolaan sodetan oleh PDAM pun dapat dinikmati. "Saya yakin, bila ini dilakukan sejak dulu, maka kita tidak akan disuguhi berita seperti ini berulang-ulang," cetus Tarsoen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com