Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Backlog" Berlarut-larut, Pemerintah Tidak Serius

Kompas.com - 24/09/2013, 14:00 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keseriusan pemerintah sangat diperlukan dalam pengentasan persoalan backlog perumahan. Selain itu, minimnya ketersediaan tanah murah memaksa bank tanah (landbank) selekasnya direalisasikan.

Demikian hal itu mengemuka dalam diskusi Membedah Regulasi Perumahan Rakyat; "Penyediaan Tanah untuk Perumahan Rakyat Tanggungjawab Siapa?" yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jakarta, Selasa (24/9/2013). Diskusi digelar untuk menanggapi persoalan ketidaktersediaannya rumah (backlog) yang berlarut-larut tanpa ada solusi nyata.

Hadir sebagai pembicara diskusi antara lain Mantan Menteri Perumahan Rakyat (2009-2011) Suharso Monoarfa, Anggota Komisi V DPR RI/Ketua Panitia Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Yoseph Umar Hadi, Mantan Ketua Umum Real Estat Indonesia/REI (1992-1995) Enggartiasto Lukita, Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso, Ketua Kajian Studi Pemukiman Universitas Gajah Mada (UGM) Budi Prayitno, serta praktisi hukum dari Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) Moch Joni.

Keenam pembicara tersebut menyuarakan hal sama, bahwa keseriusan pemerintah sangat diperlukan untuk menuntaskan persoalan kekurangan hunian bagi masyarakat banyak, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu upaya tersebut adalah dibutuhkannya keseriusan pemerintah dalam merealisasikan bank tanah atau landbank.

Mantan Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa menjawab soal penyediaan tanah, sebenarnya semua jawaban sudah tersedia. Menurut dia, Bab I Undang-undang 2011 menyediakan satu bab khusus dan tersendiri mengenai tanah yang mampu menjawab semua persoalan. Hanya, kata Suharso, memang ada catatan yang menyertai ketersediaan aturan tersebut.

"Mengenai tanah, saya kira ada bab khusus tersendiri, Bab I Undang-Undang 2011. Tidak ada yang perlu diragukan soal itu. Kenapa ini masih menjadi masalah, mari kita lihat bersama. Tentu kita tahu, bahwa backlog hampir mencapai 15 juta. Ini memang dikarenakan jumlah pertambahan keluarga tidak berimbang dengan jumlah pertambahan perumahan," ujar Suharso.

"Urban planning menjadi masalah, itu perlu koreksi. Dari UU No 1/2011 mestinya kita bisa lihat bagaimana kita memperbarui kota, membuat kota berkembang spasialnya. Saya lihat banyak kota-kota lain bergerak seperti amuba," tambahnya.

Yang ketiga, Suharso mengungkapkan, masalah seputar minimnya sumber pembiayaan jangka panjang murah. Minimnya pembiayaan jangka panjang ini sebenarnya bisa diamati bersama-sama. 

Ihwal penyediaan tanah oleh pemerintah dan dasar hukumnya, Suharso menambahkan bahwa regulasi untuk mengurus hal itu sudah tersedia. Tetapi, tidak ada pelaksanaan yang tepat.

"Eksekutif tidak menyediakan dengan baik. Harusnya ada regulasi yang menghukum eksekutif jika tidak menjalankan dengan baik," kata Suharso.

Hal senada juga disampaikan mantan Ketua Umum REI Enggartiasto Lukita. Enggar mengungkapkan, perlu ada komitmen kuat dari pemerintah.

"Percayalah, jika ada komitmen yang kuat dari pemerintah, semua akan berjalan dengan lebih mudah," ujar Enggar.

Bank tanah

Sementara itu, mengenai bank tanah, Anggota Komisi V DPR RI sekaligus Ketua Panitia Tapera, Yoseph Umar Hadi, secara vokal mengungkapkan dukungannya pada realisasi aturan bank tanah. Menanggapi kemungkinan jumlah backlog mencapai 15 juta pada 2014 mendatang, dia mengatakan, bahwa program tabungan rakyat bisa dijadikan solusi.

"Tabungan perumahan rakyat merupakan senjata pamungkas untuk menyelesaikan backlog 2033," ujarnya.

Pada 2033, jumlah backlog diproyeksi mencapai 30,2 juta unit. Untuk mewujudkan hal itu, Yoseph bersama Panitia Tapera mengharapkan adanya kucuran dana sebesar Rp 10 triliun untuk mengawali Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Sayangnya, kucuran dana untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sampai saat ini hanya Rp 2 triliun.

"Sampai 2033 (bisa terkumpul) Rp 2.645 triliun kalau 5 persen, kalau hanya 2,5 persen hanya Rp1.935 triliun. Tapera merupakan senjata pamungkas. Saya sangat optimistis akan selesai di bulan Oktober. Masalah bukan di DPR atau di masyarakat, karena semuanya mendukung. Tapi, bolanya ada di pemerintah. Pemerintah masih minta waktu untuk berkoordinasi. Pemerintah mau sharing dalam 5% tadi. Itu belum disetujui Kementerian Keuangan," ungkap Yoseph.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com